unlike

Mengisahkan sedikit. Ya, sangat sedikit.
Kembali lagi pada"nya". Itu, masa.
Kembali lagi menghilangkan ego ke lalu.
Kembali lagi si bocah kecil itu merenung.
Takkan sejenak berlangsung.
Pikirannya hanya belabelkan masa lalu.
Nostalgia adalah kegemarannya.
Kesulitan terbesarnya adalah bahwa ia tidak bisa mengendalikan waktu. Bahkan mengembalikan "sesi waktu" yang pernah jadi rutenya.
Tentu ini bukan puisi sekali lagi. Apalagi pantun jenaka.
Cuma ratapan sementara dari bocah kesepian itu.
Biarkan bola matanya menonjolkan akar merahnya lagi sambil meratapi penyesalan-penyesalannya.
Dalam bilik "lalu" sendiri.
Sembari cari dukungan. Bukan mereka tentunya.

Awan memang tidak akan pernah bohong.
Tatap kilap matahari memang kuat.
Sesaat membuatnya termenung dan berencana 'tuk pergi ke situ.
Bertanya-tanya pada-Nya apa boleh.
Bertanya-tanya pada-Nya apa boleh dunia baru.
Kalimat tiap kalimat hanya isi dari kepalanya.
Mendekam di dalam "waktu"nya. Apa boleh buat.
Setiap pasti berubah. Itu juga pernah jadi rencananya.
Tapi kenyataannya dia masih melemahkan dirinya.
Pada pertengahan pun dia tulis dengan sembarang, apa saja yang ingin dia tulis.
Instrumen-instrumen kecil dan suara-suaranya yang kecil pula.
Menutup kemungkinan langkah kecil kaki, merahasiakan apa yang telah terjadi padanya.

Cuma rahasia kecil.. yang orang lain pun takkan butuh untuk membantunya keluar dari tempat itu.

"Diamlah sebentar. Apa, aku dengar suara jangkrik di depan pintu bilikku? Apa, itu anjing? Atau serigala? Atau kucing manis yang tidak pernah absen menungguku di pagar rumahku?"
Cuma pertanyaan konyol. Tenang saja, para pembaca.

Bicara kekonyolan, ia ahlinya. Agar yang ia lakukan untuk membuat dirinya tertawa dan menghilangkan jejak kesedihannya. Biar itu tertutup sekali lagi.
Selama-lamanya saja sekalian.

Cerita kisah kecil si bocah mungil di depan rumahnya yang berumput hijau sambil menyalakan lagu kesukaannya di masa lalu. Menghabiskan waktunya bersama radio zadulnya yang sudah berkarat dan pudar itu sekali lagi.

Beruntungnya Dia mengajarkannya via kehidupan.
Maaf atas ketelatannya dalam hal kesadaran. Aku minta maaf.
Dirinya yang lain menceritakan sisi dari dirinya yang lain.
Bukan... Tentu saja bukan kembar. Hanya sisi diri.
"Tapi.. ssstttt! Tolong rahasiakan ini dari mereka yang tidak akan pernah tau apa-apa mengenainya. Biar para pembacaku saja yang tahu. Jika suatu saat novel yang kuciptakan akan terbit, biarlah hanya yang membelinya yang tahu."

Biarlah ruang lingkup untuk yang satu ini kecil sekali lagi.


Salam suam,



Nanda Dega




Indeed.