Seperti 86%



Seperti.. eh, bukan. Memang ini ada di tiga hari yang lalu. Hari setelah rencana disusun oleh 4 orang termasuk saya. Berkeinginan keras untuk pergi kar’na bekal-bekal yang udah tersedia juga jauhh sebelumnya. Agak berat awalnya, tapi untung sang “pemberani” merasuki saya walaupun tidak sampai 100 bahkan 90 persen. “Ga peduli,” kata sisi yang lain.

Sebelumnya menyapu lantai rumah supaya berguna sebelum pergi jauh, tanpa dapur kar’na sedang dipakai. S’telah itu bergegas bersihkan raga dan menyiapkan segala kebutuhan untuk di sana termasuk bekal-bekal yang jauh-jauh hari sebelumnya. Sudah, dan b’rangkat.


Dengan 2 jenis angkutan umum di mana satu jenis pertama terdiri dari 3 buah angkutan umum yang berbeda jurusan. Sedari akhir dari yang ketiga, saya berubah menjadi seorang turis. Bertanya sana bertanya sini. Untung tidak sampai memasukkan koin ke dalam mesin supaya pertanyaan-pertanyaan saya terjawab.

Di stasiun itu sang “pemberani” terkikis kar’na cara menjawab mereka yang buat saya kurang meyakinkan. Tapi untungnya tidak terkikis lebih dari 50 persen. Jika iya, saya harus menunggu transportasi berwagon berikutnya.

Melelahkan, mengantuk. Tapi untungnya di dalam sana suasananya sejuk. Gak cuma angkot, di wagon pun saya juga bisa mengantuk. Benar-benar susah mendorong kantuk keluar bahkan sampai 100 persen. Sang “pemberani” perlahan terkikis di tempat-tempat tertentu, dan tetap aja akhirnya saya gak peduli. “Kan bisa ambil wagon yang diseberang,” dalam benak biarpun sebenarnya agak malas kalo benar saya salah jurusan.


Tatkala tiba, saya mengenal tempat itu dan senang. Kesenangan itu hampir menguasai saya 100 persen. Dari entah wagon keberapa, saya jalan mengikuti penumpang yang lain ke depan hingga akhirnya saya putuskan untuk pilih jalan sendiri―di kota lain yang amat berjarak itu.


Langit s’pertinya sedang menenun payung berwarna hitam lagi. “S’pertinya akan turun hujan di sini,” pikir saya. Bagus juga kar’na saya pun takkan lama di sana.

Ya, terlambat! Terlalu siang saya pergi dan terlalu lama transportasi berwagon itu berjalan. Dia bahkan sempat berhenti kar’na sesuatu, membuat saya kehilangan hingga berpuluh-puluh persen liburan. Yaa, inilah akibatnya tidak memperhitungkan keadaan hingga 99 persen. Tapi biar bagaimanapun, saya tetap harus memanfaatkan kesempatan itu walaupun hanya belasan persen.


Menggunakan tangga penyebrangan, menyebrang kecil, menelusuri jalan setapak dengan toko-toko kecil di pinggirnya, istirahat sebentar dengan memesan minuman rasa moka, setelah itu menelusuri jalan setapak lagi hingga tidak peduli sampai mana saya akan terdampar. Lagipula jalannya mudah diingat. Di akhir perjalanan setapak saya, saya pesan minuman bersoda dengan es krim vanili di atasnya ditemani kentang goreng porsi sedang. Menikmati kartun sebentar, lalu pergi meninggalkan tempat makan bergaya Barat itu yang sebelumnya saya teliti lagi barang-barang bawaan saya. Ingin mencapai stasiun, saya kembali menggunakan jalan setapak―jalan yang pernah dilalui. Saat sampai di toko kecil itu, saya pesan Takoyaki untuk saya bawa pulang ditemani obrolan kecil antara saya dengan si penjual.


Sangat disayangkan hanya menggunakan belasan persen waktu di sana. Maka dari itu saya beranikan diri berjalan di jalan setapak terusan. Baru satuan persen perjalanan, langit ternyata sudah menyelesaikan payung tenunannya. “Udah gerimis! Balik ah.” Hingga akhirnya saya sampai di stasiun.


“Masih kurang.”
“Ke mana lagi ya? Tapi hujan.”


Belum besar persennya, saya tunggu di sana sembari duduk dan dengar musik. Dengan alasan Takoyaki akan dingin saat sampai di rumah, saya makan akhirnya. Padahal hanya 5, tapi saya malah kenyang. Aneh!


S’belum naik kereta, saya manfaatkan kamar mandi terlebih dahulu mengingat perjalanan itu memakan waktu hingga berpuluh-puluh persen. Masih gerimis, tapi untungnya basah hanya 10 persen. Hingga akhirnya saya tiba, duduk, dan menikmati kembali perjalanan yang amat berjarak.


Hal aneh lainnya adalah bekal-bekal yang saya bawa tidak saya makan satupun, kecuali 3 buah permen karet rasa tutti fruti.



Dua jam lebih saya rasakan perjalanan dari duduk hingga berdiri. Sesampainya saya di stasiun akhir, di saat itu langit memakai jubah hitam dengan pola bintangnya. Kembali saya gunakan 3 angkutan umum yang berbeda jurusan menuju tempat tinggal. Sudah s’kitar 43 persen saya jalankan dan sudah 2 kali saya aplikasikan. Begitu besarnya sehingga saya lebih berfokus pada sesi yang satu itu. S’kitar 73 persen penyesalan menghantui saya, namun lain kesempatan akan saya awali di pagi hari agar bisa membayar utang-utang yang saya buat di perjalanan sendiri yang lalu itu.



Nanda Dega H.


yang akan membayar utang-utang perjalanannya
suatu hari nanti.



P.S.: Potret waktu itu tidak bisa hadir kar'na perjalanan yang di kota itu cuma s'kitar 14 persen.



nanda + dega = dregnansa (II)


....Seperti biasanya, menonton memori.
Sebentar, akan saya atur dulu pemutaran filmnya!


3......... 2......... 1........


Sekitar 5 tahun yang lalu—tahun di mana gua duduk di bangku SMP kelas 8. Bukan, bukan numpang duduk! Dan gua pikir ini terjadi untuk yang kedua kalinya.
Salah seorang teman guasebut saja namanya bambu, dengan lantangnya ke gua di tangga SMP: "Dasar, rambut Obama muka Mr. Bean!"
Dan gua hanya membalasnya dengan tertawa, bukan SMS teror atau memanggil semua orang, membentuknya menjadi geng hingga menindas si bambu. Kar'na kata-katanya, di rumah gua nyermin dan memahami lebih dalam akan muka gua yang katanya mirip Mr. Bean.
Untuk rambut, ya...
Gua selalu menganggap rambut gua mirip roti―mengembang. Entah kenapa saat kering, gua ngerasa rambut gua seperti melewati proses pemanggangan. Padahal, shampo yang gua pake ga ada soda kuenya.
Tapi gua yakin kalau itu hanya terjadi saat rambut gua udah panjang. *menghindar dari kenyataan*

Ngomong-ngomong soal roti, gua harus menggepek atau memukul-mukul si roti sampe ga ada rongga kalau gua mau roti itu habis. Ya, salah satu jalan agar gua gak buang-buang rezeki. Tapi gak setiap roti gua siksa kek gitu, hanya roti yang terbeli dan bukan semua yang ada di pasar.


Dulu... ―kembali membuka arsip
Gua suka tulis mimpi-mimpi gua ke dalam buku. Bukan masa depan dan harapan, dan ga semua "hasil kerja keras otak gua saat gua ga sadar" itu gua tuangkan ke dalam buku tulis gratis yang gua dapat di masa Sekolah Dasar. Hanya mimpi-mimpi unik dan perjalanan-perjalanan nyata yang haru.
Gua selalu dituntut oleh "diri yang lain" untuk menuliskan semua itu lengkap dan sistematis. Kalo ada bagian yang terlupa, mengarangpun jadi. Kalo kebanyakan, tulisan jelek juga jadi. Bahkan gua sempatkan diri untuk menggambar di buku itu entah mimpi atau riil.



Buku-buku yang udah gua corat-coret dengan noda khasberbagai ukuran termasuk ukuran saku. Masih banyak yang nihil dan itu cuma beberapa dari keseluruhan buku. Kisah & lirik lagu, sadar dan tanpa sadar.



Terkadang juga gua sempatkan diri menyertakan Kanji Jepang ke dalam buku yang sudah melewati dua dunia itu. Mengingat akan kencintaan kar'na zaman dahulu, usahakan diri menyimpan 2000 Kanji ke dalam hidup.



Entah sudah berapa buku yang kena "noda khas" gua.
Di buku terakhir, "noda khas" ga sampai di akhir lembar. Gua sempat berfikir untuk memberi "noda" ke dalam Ms. Word. Namun, fikiran gua berakhir di blog. Ga cuma blog dan Word, tulisan gua juga berakhir di...


.........................
"Yahh, bagian di rol film ini tidak dapat terbaca! Bagaimana ini?"
Berfikir sejenak hingga akhirnya ia memutuskan..
"Baiklah, kita lanjutkan pemutaran filmnya dengan memutar film yang satu lagi."


3......... 2......... 1........


Film pertama yang gua tonton saat SD adalah film ber-genre horor. Ya, anak SD udah b'rani duduk di bangku bioskop, horor pula. Ditemani 3 orang teman, hingga di akhir perjalanan gua bawa oleh-oleh buku Kereta Hantu Manggarai. Masih ada? Ga. Udah kena api bertahun-tahun lalu pas bakar sampah-sampah yang lain.


Sekali lagi, karena gua buat gambar-gambar di atas, gua berniat 'tuk buat single untuk itu―Arsip Memori. Bahkan dulu hingga sekarang gua sempat berfikir 'tuk buat single untuk ini―mengenai saya.

Lalu, kenapa gua publikasikan macam ni? Itu semua demi kelancaran berbahasa―pemasukan akan informasi-informasi baru dan lama. Ya, ada perkara-perkara yang harus gua pelajari lagi disamping menunjukkan karya dengan bentuk tertentu.



Dann.. selesai sudah!
Yap, sekali lagi kita ada di penghujung film.
Masih dengan gua yang sedikit terbuka. Entahlah sampai kapan.

Tapi s'benarnya, ini kar'na gua yang kehabisan kata-kata. Terlebih waktu memaksa gua untuk berlari ke tempat lain. Hihi.. :D

(Penonton pun melongo, terkejut kar'na isi dari film kedua yang begitu sedikit. Biarpun begitu, mereka tetap lanjutkan memakan berondong jagung dan meminum minuman soda yang masih banyak—menghabiskan semua masih di tempat duduknya masing-masing.)



..............................
(Ia mengambil potongan kertas yang telah ia isikan dengan kelanjutan dari kutipan pada akhir film yang pertama dan mulai membacanya.)




"Mengelilingi pohon dan memanfaatkan wilayah untuk bersenang-senang. Kunang-kunang itu merasa hal itu tidak buruk. Sekali lagi, hidupnya kena cat warna―warna aneh yang lain."



~ S E L E S A I ~



"Eit, benarkah sudah selesai?"



Nanda .D. Heraprinov



ke-GR-an

"Bocah ini..."


Entah kenapa mereka ke gua melihat bagaikan barang antik. Apa kar'na gua-nya yang amat tampan dan menggemaskan?
Gua tatap mereka hingga mereka memalingkan pandangan. Apa kar'na mereka takut kalau gua bakal tahu bahwa mereka suka dengan gua?

Apalagi tadi siang, sehabis ikut serta merayakan ulang tahun seseorang setelah menonton film di sinema. Gua dan yang lain pulang dengan kendaraan umum, angkot. Perjalanan yang memakan 3 jenis angkot ini untuk gua sampai di rumah. Setelah gua dan teman gua naik angkot yang ketiga, abang angkotsebut saja coklat lumerberhenti di depan angkot yang kami naiki.

Dia membuka pintu mobil dan mulai menghampiri angkot ketiga ini. "Jangan-jangan nih coklat lumer mau kasih pelukan sebagai tanda terima kasih kar'na udah naik angkot yang dia kendarai. Atau kar'na gua yang baru gunting rambut, melihat gua sebagai sosok Leonardo DiCaprio pas muda dan ingin minta tanda tangan dan foto selfie."



Eh, ternyata uangnya KURANG. Ya ampun..



Yasudahhlahh..



Ga hanya itu, orang-orang yang sama masih aja pandang gua. Yahh.. mungkin itu kar'na pakaian gua yang amat stylish. Atau mereka amat senang kar'na bisa lihat Nanda Dega yang punya blog DregNansa s'cara nyata. Atau mungkin yang lain. Idk.

GR ama PD beda tipis lah yaa..
atau emang gua-nya aja yang BERLEBIHAN?!


nm..


Semoga aja suatu saat, abang angkot yang menghampiri gua bukan untuk nagih uang, tapi dia malah bilang: "Udah terbit belum, bukunya?" atau "Buku-buku yang di rumah udah kebagian semua belum?" atau "Mau dibeliin anjing gak?" atau mungkin dibeliin coklatyang gak lumerbuat snacking pas baca buku di rumah. Atau ditraktir kar'na naik angkot dia, atau yang lain.


Amiinnn...



PS: Ya, gunting rambut. Gua sendiri yang gunting rambut gua. "Napa, Dega?" Capek juga minta potongin rambut tapi gak sesuai harapan, padahal penjelasan yang gua kasih gak pake rumus logaritma, atau trigonometri. Daripada kejadian lagi, akhirnya tadi pagi gua gunting nih rambut yang bentuknya dah kayak helm. Potong dikit-dikit lama-lama makin dalem :/ . Tapi hasilnya gak begitu buat gua kecewa, gak sekecewa yang dulu. AZEK!

Yahh, gitu lah..


Mungkin sehabis ini gua bakal nonton film yang udah pernah ditonton―lagi. Atau hanya mendengar musik klasik. Atau kembali berasmara dengan buku atau langit. Atau yang lain.


Sedikit membosankan, terlebih di liburan yang panjang.




Nanda .D. H.


nokturnal



Mari, lanjutkan konversasi yang kemarin.
Malam lalu.
Membicarakan kami di sekolah, teman-teman yang membosankan, hingga aktivitas-aktivitas kami yang lebih membosankan.
Tapi anehnya, kami tetap lanjutkan itu.


Mari. Aku sudah tidak sabar melanjutkan film ini.
Berpikir cerita horor atau dongeng suatu saat.
Mari, kuasai malam ini dengan hal-hal di masa kecil.
Habiskan hingga pagi buta.


S'perti biasa, kau kopi dan aku susu coklat.
Hangat. Kami lawan dinginnya malam s'kali lagi.
Sembari memakai perisai dan pedang-pedangan.


Kami keluar dan berteriak pada lampu malam.
Sekali lagi..
Sekali lagi aku ingin menonton film komedi.
Aku rindu tertawa di hari sunyi.
Biar kami tertawa terbahak-bahak s'kali lagi.


Maaf tetangga, kami egois.
Hanya ingin merajut memori untuk masa depan.
Agar saat sendiri, kami boleh tersenyum dan tertawa
kar'na telah membongkar lemari memori yang tidak nihil.


N.D.H


mati lampu



Mati lampu..
Oh! Ini terjadi 3 hari yang lalu, di mana gua dan penduduk di sini dikejutkan dengan datangnya masa kegelapan. Ya, benar! Ini terbukti dengan matinya semua lampu yang ada di sini. Sialnya ini terjadi ketika gua belum mandi.


Gua suka hari gelap―sepi. Untuk momen-momen tertentu gua membutuhkannya, dan 3 hari yang lalu, momen s'perti itulah yang gua tunggu-tunggu.


Saat itu, ya, gua belum mandi. Benar-benar acara yang mendadak. Untungnya masih ada air buat gua mandi. Saat masa kegelapan datang, gua buru-buru ambil pakaian dan langsung tuju kamar mandi―tanpa nyanyi. Udah ga sempet gua untuk berkarier solo s'perti biasa―tepatnya di kamar mandi rekaman. Gua terus berpikir apa hanya kunjungan sementara bagi masa kegelapan―benar-benar sebentar. Apa gua bakal telat? Apa acara mandi ini benar-benar sia-sia? Gua pun melanjutkan mandi ditemani lilin yang gua letakkan hingga posisinya ada di atas kepala gua.


Setelah semuanya selesai, gua buru-buru ambil HP, pakai sandal dan pergi keluar―kesempatan masih ada. Dengan hawa yang semakin memberi kesan dingin di tubuh dan rambut yang masih basah kar'na mandi, gua tersenyum dan HP di tangan kar'na celana yang gua pakai tanpa kantong.


Setelah membuka pagar rumah, hawa bingung menopikan pikiran gua. Ke mana dulu gua manfaatkan kesempatan yang masyhur inimana wilayah yang cocok. Namun―dengan terpaksa dan masih dikelilingi bingung―gua manfaatkan dulu 1 RT. Dengan megahnya gua berjalan. Dengan keadaan yang seperti itu, gua bisa ke mana pun tanpa perlu penglihatan jelas orang lain. Di situ orang-orang bagaikan sketsa yang kemudian dicoret-coret oleh seorang balita―hitam, hanya garis luar yang terlihat. Itu benar-benar dazzling! Gua akui itu. Terlebih, kita tidak tahu satu sama lain, seperti 1 wilayah baru yang diisi oleh orang-orang yang baru juga. Benar-benar kerasa.. malam itu. Satu hal yang penting―juga―adalah lo bisa lihat langit malam originally―tanpa adanya cahaya dari barang-barang elektronik dan bantuan-bantuan non-alam lainnya―hanya bulan.. dan bintang-bintang. Itu adalah waktu alam yang benar-benar alami. Benar-benar... natural.


Sayangnya, kunjungan sang masa sebentar sekali. Tepat ketika gua memutuskan untuk menyudahi perjalanan, mengingat banyaknya gangguan yang buat amarahmeter gua hampir meledak. Saat gua di teras, lampu-lampu pun menyala tanda kepergian masa kegelapan. Semua orang bersorak-sorai, seperti tanda kemenangan. Akhirnya, waktu yang sebentar mengingatkan gua kembali―semuanya benar-benar sebentar. Gua sempat mengambil gambar seekor kucing yang sedang bersantai dengan megahnya di atas atap rumah berwarna biru yang waktu itu sebuah bintang juga sedang eksis. Sayang, itu terjadi saat kunjungan masa kegelapan ke wilayah ini. Tapi tetap bagus. Lebih bagus, maksudku.








dazzling, originally, natural, waktu yang sebentar








Nanda Dega Heraprinov,
yang sempat bangga atas
kejadian jarang di 3 hari yang lalu


selamat ulang tahun bagi kamu yang terlahir



Berawal dari harapan yang sudah dibangun namun pondasi tidak sekukuh pondasi yang kanak-kanak bangun. Saya selalu mengaitkannya dengan pengalaman, berbeda pengalaman dengan masa kanak-kanak. Sangat beda. Lagi, salah satu yang saya ingat, ketika saya duduk di bangku SD, saya dikejutkan dengan kehadirannya saat saya sedang bermain dengan beberapa teman saya di Sari Bumi. Saya akan diberi kebebasan untuk membeli apapun yang saya mau di hari ulang tahun saya. Ya, sebelumnya juga telah kami bahas di rumah. Namun, sesampainya di Lippo, saya benar-benar kebingungan. "Mau beli apa yahh??" Saya tidak ingin menghabiskan begitu banyak uang saat itu, tapi godaan berkali-kali mencolek lembut hati saya. Saya lupa, apa yang saya ambil pada akhirnya. Ya, itu sudah sangat lama. Inginnya itu terlihat lagi nyata begitu juga yang lainnya.






Dan 13 hari yang lalu adalah hari jadi saya. Sedikit yang menyelenggarakannya, dan sedikit juga yang mengucapkannya. Kenapa?



Sedari SMP, saya ga pernah mengumbar tanggal lahir saya. Saya dulu takut disiram dengan air tanah, dilempar dengan bahan-bahan kue (tanpa soda kue, gula, margarin, dan pewarna makanan), bahkan mungkin diikat di tengah lapangan dijadikan primadona di saat itu. Namun masih ada―beberapa―yang mengucapkannya. Salah satunya teman SD saya di Strada yang sayangnya sekelas lagi di kelas 7 dan 9. Dan tanggal lahir pada beberapa media sosial yang saya punya saya sembunyikan. Iseng-iseng, siapa aja sih yang masih acuh sama hari ulang tahun saya.



Saya rasa ga akan aneh kalau makhluk seumuran saya dan umur-umur senior merayakan hari jadi bak masa kanak-kanak dulu. Saya juga kangen (beud) diperlakukan seperti itu. Lagi.



2 hari setelah hari jadi saya diberikan hadiah oleh teman-teman seprodi. Sebuah tas berwarna hijau tentara. Padahal saya berharap dibelikan yang warna biru. #ga_tau_diri
Tapi saya senang, dan juga kaget. Seniat itukah? Dan besoknya saya kenakan tas itu atas permintaan dari teman-teman saya.



Beberapa telah ditangkap oleh mata kamera dan beberapa telah dipublikasikan oleh beberapa orang. Saya? Tidak. Saya pikir belum saatnya―atau mungkin memang tidak―mengumbar foto-foto hari jadi saya dengan wajah melankolis khas saya walaupun di blog ini. Saya pikir gif-gif ini saja sudah cukup. Dan saya pikir, cerita mengenai hari jadi saya cukup sampai di sini saja. Saya harap cerita hari jadi kalian semua yang telah lahir juga menyenangkan dan bahkan lebih.



Selamat malam.




   











Nanda Dega Heraprinov

yang sudah menginjak umur 19 tahun
namun masih terlihat muda.
Haha..



sumber gif: giphy

kesal


Berulang-ulang. Terus berulang-ulang.
Semua itu membentuk lingkaran.
Entah kapan itu lenyap.
ARGH! Bagaimana caranya menghilangkan ini?
Bagaimana caranya saya bisa pergi ke pulau itu?
Pulau di mana semuanya tampak mudah dan menarik.
Benar-benar ingin menginap di sana.
Sebulan? Mungkin selamanya.


Setelah berdoa, lambat laun rasa tenang berkumpul. Mereka menyerobot masuk.
Untung saja saya belum memukul kasur di samping saya.
Untung saja laptop ini tidak saya tekan kesal.
Untung saja...


Tapi tetap ingin berlibur ke sana.
Lewat mana? Perlukah lemari pakaian? Atau laci meja?


Sayang..
tidak semudah apa yang saya tonton di televisi.
Tidak semudah.. emosi menguasai saya. Barusan.


N.D.

 

nanda + dega = dregnansa (I)


hallooo... siang..
Kali ini bukan single post, album post, dan anniversary post, tapi gua akan sedikit membuka tirai yang menutup Nanda Dega dan DregNansa.
Sebelumnya memang, gua berencana 'tuk memposting "gua sepenuhnya" setelah gua merilis album pertama gua—αβ.
Entah apa gua akan berani menampilkan diri gua semegah gua di dunia nyata atau tidak.

***

1)  Sebenarnya kenapa sih Dega, kamu lebih banyak memposting cerita-cerita pendek daripada diri kamu?

Oke. Ini pertanyaan menarik yang saya buat.
Kalau ditanya begitu, gua akan jawab: "sebenarnya, kebanyakan cerita-cerita pendek itu menceritakan diri saya. Tidak saya gunakan nama saya karena saat itu saya terlalu takut untuk menceritakan diri saya. Dan sekarangpun masih."

Ya, itulah gua. Masa itu dan masa-masa sebelum masa itu, gua termasuk orang yang agak tertutup. Gua begitu takut menjamah dan merasakan lingkungan luar, bahkan di media sosial sekalipun. Setelah masa-masa khilaf gua (masa kanak-kanak) di mana gua dengan gampangnya menceritakan apa aja yang gak dan gua suka, apa saja yang gua lakukan sebelum pergi ke sekolah, dan lain-lain.

Mulut gua di masa itu memang begitu terbuka seperti lubang gunung. Tapi, bukan berarti hal ihwal gua, gua presentasikan secara spontan di depan umum—dibagikan begitu saja.

Semakin lama, semakin ke sini sifat tertutup saya sedikit berkurang.
Semenjak saya diberi tahu oleh Yang Maha Kuasa lewat beberapa gambar dan cerita, saya belajar untuk berbaur dengan orang-orang—lingkungan luar.
Menyapa orang lain dengan memberi anggukkan kepala, misalnya, atau melambaikan tangan sembari menyapa hai orang itu.

Saya sadar kalau itu memang perlu, tapi bukan berarti saya akan terbuka sepenuhnya.
Saya masih memiliki sangsi pada sekeliling. Mengingat manusia itu mengecewakan, buat jarak di antara.
Janji manusia tidak pernah saya sungguhi sedari tahun-tahun lalu. Sekarangpun.
Saya pun punya buku pegangan yang lain—buku pengalaman.


Lately, gua lumayan sibuk.
Namun bukan kesibukan seorang pekerja kantor.
Cuma.. streaming, sibuk ubah format .docx ke format .pdf, bermedia sosial dengan dosen-dosen mengirimi tugas-tugas, daydreaming, jogging, sibuk dengerin musik, sibuk dengerin alarm, sibuk mikirin album & single terbaru, dsb.



Ya, streaming.



Gua punya list movie yang bisa dibilang.. banyakk.
Dan gambar itu hanya menampilkan (sangat) sedikit dari keseluruhan list.
Kebanyakan dari mereka adalah yang membuat gua tertarik dengan cover dan judul mereka.
Kalau ceklis kotak hijau artinya pernah ditonton. Umumnya bagi mereka saat gua masih menginjak bangku Sekolah Dasar.
Untuk ceklis kotak kelabu artinya ya.. film itu akhirnya ketonton juga dan/atau ketonton lagi.
Movie freak, salah satu bagian dari "puzzle saya".



Jogging?
Ya, jogging.

Ada hal yang gua lakukan ketika gua melakukan jogging.
Pacaran. Ya, berbagi kasih sekaligus memperkuat daya tahan tubuh—memacari alam, tepatnya langit dan gelapnya pagi buta.
Alam, tidak sedikit yang memacarinya dan tidak sedikit juga yang membencinya—tidak acuh pada ajakan kasihnya.

Mengingat ketika saya berlari kecil pada aspal sepi dan remang. Dengan megah dan mahanya, saya berlari kecil sembari menatap posisi bintang-bintang pada lukisan tua—namun tetap terlihat baru—berwarna biru tua dengan awan-awan kecil yang lihatnya dari posisi saya.
Saya sangat senang, bisa bermain-main kembali bersama rekan-rekan lama saya itu.
Sepi dan bebas. Bermegah juga ketika saya berada sejajar dengan dada rumah serta ditemani lambaian tanaman dan tumbuh-tumbuhan.



Dengerin musik?
Kalau nyanyi?

Ya, gua ga bisa nyanyi di depan orang lain. Nyanyi di depan orang lain pun dengan ngasal—lelucon semata.
Kalau sepi atau merasa ruangan sepi dan berisik, percaya diri gua naik.
Tergantung di saat itu ingin "konser mendadak" atau gak.
Gua juga sangat suka instrumental, tapi ga semua gua lahap.



Untuk album dan single terbaru, lagi-lagi kesulitan ada pada cover. :")
Untuk isi... beberapa nyaris usai.



Alamak! Gua udah terlalu jauh bercerita!

"Tenanglah, Dega. Lagipula semua ini hanyalah hal umum yang orang lain juga iya."


***

2)  Lalu, kenapa sih Dega, kamu memberi nama blogmu DregNansa? Kenapa bukan NandaDega? Kan biar gampang ketemunya!

Baik. Pertanyaan ini sejujurnya sudah lama dipertanyakan oleh kakak #1 saya. Bertahun-tahun lamanya, mungkin. Entah tepatnya.
Jawaban untuk hal ini tidak berbeda dari yang sudah saya jelaskan sebelumnya. "Gua belum berani."
Tapi semakin maju, semakin tambah keberanian saya.
Ketakutan itu lama kelamaan semakin teriris.
Dulu gua "begitu heran" mengapa teman gua begitu gampangnyaberaninya mengganti beranda Mozilla Firefox dengan URL blog-nya di semua komputer yang ada di lab. SMA.
Padahal blog miliknya baru.
Berlawanan dengan gua, yang mainin blog kayak main petak umpat. Biar mereka yang dapat sendiri, tapi takut kalau mereka dapat blog gua.
Hufthh.. ribet sumpah.

Dan gua pernah berencana untuk mengubah nama blog gua, tapi sudah terlanjur. Begitu juga beberapa komponen. Dua temen gua pernah bilang bahwa template yang gua pakai kurang... (lupa gua tepatnya) dan itu sedikit mendorong gua untuk menggantinya. Tapi gua usahakan cari yang lebih baik. Mengetahui bahwa yang gua inginkan untuk blog gua belum dapat.
Begitu banyak. Semua itu.

Selain itu gua ga tertarik untuk memeriahkan blog gua. Layaknya pesta.
Gua ga mau para pemirsa yang di sana kelamaan nunggu hanya kar'na mau liat Nanda Dega di DregNansa.
Gua pun, males nunggu loading... saat masuk ke halaman blog seseorang. Apalagi yang rame.
Nanda Dega emang ga sabaran orangnya.
Paling yang dilakuin cuman close tab-nya langsung. Hihi..



Ngomong-ngomong, ini sudah dipenghujung disc.
Gua pikir cukup sampai sini aja terang-terangannya untuk yang satu ini.
Met siang semua!






"Dan kalian tahu, kunang-kunang yang ada jauh di sana sudah siap bermain-main di pohon gelap yang sendiri itu. Ya, yang itu!"



Nanda Dega .H.


Leap Day [3rd Anniversary]


Leap Day adalah album yang berisikan beberapa pos populer dan pos lama dari DregNansa yang dibuat sebagai bentuk perayaan ulang tahun DregNansa yang ketiga. Dinamakan Leap Day karena album ini dirilis pada tanggal 29 Februari (Tanggal ekstra di bulan Februari).

______________________________________________________________________________________






DISC 1



Eja  









DISC 2


B  



Puzzle  







CLOSING





DregNansa

Nanda Dega

Informasi Seputar αβ


αβ adalah album pertama dari DregNansa dengan penulis(lirik)nya, Nanda Degasaya sendiri yang dirilis pada tanggal 16 Februari 2016. Saya merilis αβ pada tanggal tersebut karena saya anggap unik. Isi dari track list αβ tidak seperti dalam bentuk lirik saja tetapi juga tersedia dalam bentuk cerita pendek. Terpikir memposting secara abjad setelah (s)nail(s) hingga terpikir membuat album setelah menyampaikan Vie. Sebelumnya, saya merilis beberapa "Single Post" seperti yang terlahir, A, B, celah/karnaval, Puzzle, Eja, Intrik, dan rintik-rintik. Berbeda dengan band-band yang ada di luar sana, saya awalnya memposting semua track yang ada pada suatu single dikarenakan adanya kesulitan dalam pembuatan cover single dan adanya batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah cover single jadi, barulah saya memposting single layaknya CD dengan covernya. Disamping itu, saya tidak menyertakan satupun track pada Single Post yang berjudul Puzzle ke album αβ.


Awalnya pada album ini saya berencana hanya menyertakan 12 sampai 13 track saja termasuk bonus post. Namun mengingat judul yang saya berikan yang jika ditulis dengan huruf romaji menjadi AlfaBeta (alfabet), membuat saya untuk lebih berusaha menulis 26 track mengingat huruf abjad terdiri dari 26 huruf dari huruf A sampai huruf Z secara berurutan. Maka dari itu, jika diperhatikan track list pada αβ, huruf awal masing-masing judul tersusun secara abjad dari huruf A sampai huruf Z.


Berikut ALBUM αβ. Semoga para pembaca menikmatinya.
*Klik pada tulisan ALBUM αβ*


Salam hangat,
sang penulis dan perilis αβ


Nanda Dega



P.S.: Mengingat kecintaan saya terhadap bentuk album dan single, saya putuskan untuk membentuk pos-pos tersebut layaknya single dan album termasuk menyertakan instrumental walaupun saya sadar bahwa pos-pos tersebut bukanlah lirik lagu dan juga bukan lagu yang diperdengarkan.

αβ








DISC 1















X





BONUS POST

pagi buta














DregNansa



Nanda Dega


get blocked



Memikirkan ego tatkala melangkah kaki di luar rumah.
Menatap sangsi pula pada mereka yang berlalu lalang.
Was-was jikalau hadir seseorang bahkan lebih orang yang menatap benci.
Sasaran ada pada ego.
Mereka memanah ego dengan seenaknya, tanpa arahan atau komando dari master.
Cuma penguasa kecil namun berlagak maha.


Terheran-heran kenapa hewan tenang berubah menjadi asing.
Pelangi dipatahkannya. Hanya bersisa warna abu-abu dan hitam.
Yang dulu adalah terpisah-pisah,
sekarang menjadi eka.
Hanya ada di satu tempat. Tempat yang aneh.
Jurus-jurus yang dahulu tidak akan mempan, begitu juga yang baru.
Percumalah.


Entah mengapa mereka lebih yakini isu dibanding sang korban.
Area ego juga tidak sekotor yang mereka pikir.
Binatang sapi bukan, binatang babi apa lagi.
Entah mengapa lambung mereka lebih sehat mencerna gosip dibanding fakta.
Obat penawar macam apa yang mereka gunakan saat itu?

"Entalah..."

Mungkin memang seharusnya ego berada di dalam toko baju saja.
Berdiri gagah hanya untuk menomorsatukan pakaian-pakaian yang ingin dijual.
Tidak ada yang lain. Cuma itu.


Nanda Dega



Eja




Eja (Instrumental)

Kabut (Instrumental)

Rock Gate (Instrumental)



Puzzle








Puzzle (Instrumental)

Rumah Pohon (Instrumental)



Berita



Selamat pagi.
Kembali dengan saya, si manekin melankolis, akan menceritakan sedikit ―sangat sedikit― kisah yang membuat saya berfikir berkali-kali untuk mempublikasikannya di lembaran blog kali ini.
Penyakit ini, sakit hati ini datang ketika saya sedang berada dalam wilayah tawa. Mendengar berita bahwa salah satu akan mendapat sesuatu yang baru, bahkan mendengarnya berulang-ulang seperti berita terkini. Entah apa lagi yang harus saya tanggung nanti. Berharap anjing peliharaan saya datang dan menghapus kesedihan saya, namun sayangnya ia hanyalah khayalan belaka. Tidak ada yang menjilati pipi saya, memeluk, bahkan memperlihatkan lidah panjangnya secara nyata. Hidungnya yang lembab tidak hadir secara nyata untuk membekaskan ciuman pada kedua pipi saya. Entah apa lagi yang harus saya khayali, menciptakan dunia fantasi yang mampu menghilangkan berita-berita sedih. Dan.....


Saya rasa cukup sampai di sini saya ceritakan berita yang membuat saya sedih ini. Saya harap, kamu pembaca sekalian mampu untuk lebih menerima apa yang sudah ada dibarisan depan, menunggu di sana untuk bergandengan denganmu menjalani hari selanjutnya. Demikian saya, manekin melankolis undur diri dan selamat pagi.


rintik-rintik







rintik-rintik (Instrumental)







Intrik