perjalanan ke masa depan



"Aku berhenti.", "Aku berjanji tidak akan melakukan itu lagi!", "Besok akan menjadi hari yang indah.", "Kita lakukan ini. Belum tentu esok bisa.", "Aku sudah tidak sabar akan esok!", "Bagaimana kalau besok kita pergi ke tempat itu?", ...............................................................................................dst.


Tatkala seseorang tenggelam karena bak asa sudah meluap nian ditambah iman yang lama-lama diasah serta aksi-aksinya hingga menambah berat pakaian yang dipakainya. Menempatkan dirinya pada wilayah yang ia sendiri batasi. Alamnya dipersempit, menuju hal yang sudah dirancangnya hari-hari yang lalu. Mungkin ada yang mengangkat tangan dan berkata tidak, namun entah berapa luas wilayah yang diperlukan untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Begitu jarang hingga kau tidak memedulikannya.


Buka mulutmu, buka juga wilayahmu. Lebarkan tanganmu dan peluklah semua yang kau butuhkan. Berhati-hatilah karena terkadang pondasi tidak sama dengan badan ataupun kepala. Akan lebih baik jika kamu berkomunikasi dengan-Nya terlebih dahulu, rundingkan rencana mana yang laik dan mana yang tidak laik. Itu membantu. Sangat.


Alpa itu adalah hal wajar namun apa benar akan terjadi pada kamu yang tengah bersemangat ini? Jika benar kamu, kamu tidak akan terlena jua. Jadi sungguh.


Buku harianmu sudah penuh. Buku-buku kosong pada meja coklat di belakangmu sudah dalam posisi antre, rapi menunggu giliran untukmu menggelitik lembar demi lembar. Lampu mejamu juga sudah lemah dayanya. Kau benar-benar membutuhkan teman-teman baru—lagi.


Sudah seri keberapa? Dan episode keberapa nanti? Aku dan penonton lainnya tidak sabar menunggu kelanjutan kisah hidupmu yang selalu mengalami kadang. Nikmatilah episode kali ini, karena dalam beberapa jam ke depan episode baru sudah ada diujung barisan, barisan terdepan, menunggumu, menantimu untukmu masuk ke dalamnya. Ke dalam dimensi yang kamu semua termasuk kamu sendiri belum ketahui. Dimensi baru atau lama? Sedih atau menyenangkan? Drama atau horor?


Siapkan dirimu karena kami siap menyaksikan.



Nanda Dega



celah/karnaval








celah (Instrumental)

karnaval (Instrumental)





yang terlahir




ALBUM COVER IN PROCESS...





NASKAH DRAMA



Begitu handalnya dirimu menyusun naskah drama. Pakar yang satu lagi. Dan bodohnya, orang-orang sama sekali tak menyadari aksi yang kau lakukan ini. Apa rahasianya? Bagaimana caranya agar aku bisa sama denganmu—sama ahlinya denganmu.


Kamu benar-benar mirip artis. Tipuanmu sungguh luar biasa. Sudah sepantasnya kamu berada di depan kamera. Tunjukkan keahlianmu di depan sutradara. Mungkin kamu akan diberikan gelar atau semacamnya.



Bermacam genre sudah kamu lakukan. Segalanya.
Namun akhirnya, kamu lupa.
Kamu lupa siapa diri kamu.
Kar'na kamu sangat sibuk
menyusun naskah drama.


Sudahi saja!
Tidak cukupkah kamu itu kamu?
Belum cukupkah gudang itu kepenuhan dengan tanggungjawab?
Bagaimana kabar yang lainnya
yang sempat kamu tunda?


Cukup! Hentikan saja ini.
Kamu benar-benar lewati garis batas.
Aksimu itu... benar benar menjijikkan.
Rekam dahulu, maka dari itu.
Kau akan sadar jua bahwa aksimu itu menjijikkan.


Tidak cukupkah kamu itu kamu?
Kamu buat diri kamu alpa.
Kamu sendiri.
Entah berapa lagi pertanyaan
yang harus kutanggung?


Letakkanlah naskah dramamu.
Semua ada masanya.



Nanda Dega


QUESTions



Bisakah kamu di sini?
"Untuk selamanya."
Maaf, aku terlalu egois.



Bisakah kamu menjauh dari dia selama beberapa hari?
Atau beberapa bulan?
Atau bertahun-tahun?
Aku ingin bercerita lebih padamu.
Ingin viai hari-hari bersamamu lagi.
Sekali lagi maaf, aku egois.



Bisakah kamu mengurung semua orang itu?
Biar kita saja yang menggunakan taman asri ini.
Maafkan aku yang terlalu egois ini.
Aku minta..



Tiap musim, tiap hari, tiap momen.
Aku mau bersamamu lagi.
Bersamamu lagi menonton film.
Dan beberapa dari mereka
yg pernah bergabung bersama kita
—dulu.



Pulanglah..
Kerinduan ini sudah menghimpitku.
Aku benar-benar lelah..
Bisakah kamu?
Aku benar-benar...



Kemana saja aku?
Maaf. Aku benar-benar bingung.
Banyak rencana yang aku batalkan.
Maaf.



Sekali lagi, maaf.






Dengan tunduk hati—hati yang merintik



Nanda Dega


Opini



Mengingat orang-orang berkata kasar padaku di depan umum. Entah mengapa mereka membuatku mengingat era kelamku lagi. Entah mengapa pada adegan kali ini mereka menjadikanku sebagai tokoh yang tersiksa. Padahal mereka tidak membiayai segalanya. Ini sangat nyata, begitu nyatanya hingga saya ingin keluar dari drama mengerikan ini.

Dan mengapa jua hanya kulit yang kamu sekalian pandang. Padahal tiap buah punya keindahannya sendiri, baik dirasa atau pandang. Namun kamu sekalian tidak. Sebenarnya permainan apa yang sedang kita mainkan? Apa ini sebagai kejahilan untukku di hari ulang tahunku nanti? Tapi, hari jadiku masih sangat lama. Mengapa kalian begitu rajin? Rayakan saja selayaknya anak-anak—selayaknya kita rayakan dengan pemotongan kue yang dipandang dan dikelilingi oleh orang-orang yang diundang, tepuk tangan, sampai pembagian bingkisan bagi kamu sekalian yang ada dihari jadiku.

Aku tidak melarang kamu sekalian untuk memiliki pendapat. Biarlah disamping itu ada kedamaian jua. Aku yakin, tiap kamu memiliki saringan. Dan aku yakin, tiap kamu punya adab biarpun hanya berupa restan. Aku akan coba.

Termakan oleh kalimat-kalimat kamu sekalian hingga aku berada pada wilayah opini. Hingga aku harus memutuskan sesuatu agar aku tidak terlalu masuk ke dalam gentong berisi penuh opini. Opini-opini yang kadang mampu membunuh dan menghidupkan. Akan aku ambil saringan dan kujemur yang bukan sampah. Untukku kuolah kemudian agar aku bisa kenyang nantinya.



Selamat Pagi



Nanda Dega


PERLOP



HEYA!
Bagaimana kabarmu?
Kemana saja kamu selama ini?
Tahukah kamu, aku rindu.

HEYA!
Apa yang kamu lakukan di hari bebas?
Kamu tengah bebas?
Aku ingin mengajakmu..
Viai hari-hari bebas ini.

Bagaimana dengan petak umpat?
Atau.. Monopoli? Atau main air?
Atau... Bersepeda di taman kota?
Bagaimana menurutmu?
Ada saran tambahan?

Aku begitu bersemangat, kau tahu?
Hari-hari yang kutunggu,
melepas semua beban pada hati dan pikiran.
Aku ingin bebas.. sebentar.

HEYA!
Bagaimana dengan musium?
Atau... rumah kuno yang sudah dijamah tumbuh-tumbuhan merambat?
Itu pasti..... menyenangkan.
Kita akan coba masuk ke dimensi lama.
Alam awal–

Hari-hari bebas ini.. benar-benar akan kumanfaatkan sebaik mungkin.
Menjelajah hutan, berjalan-jalan di perumahan elit bersama anjing peliharaan,
berwisata kuliner, atau membantu orang-orang sekitar.
Aku berencana juga 'tuk mengajar
sambil melihat padi-padi tunduk patuh pada pasukan angin.
Itu pasti menyenangkan.

Ya, tidak akan kusia-siakan list ini.
HEYA!
Dengarlah wahai angin pantai!
Bawa aku!
Kita berkeliling bersama!
C'mon!



Nanda Dega


rintik-rintik




Apa yang kamu akankan?
Bagaimana ucapan selamat malam ditambah cium kening?
Atau elus lembut rambut keritingmu?
Mau kemana kita besok?
mmmh..?


Kesadaranpun muncul tatkala aku mendapati celana pendekku kena basah. Sudah berapa banyak air mata yang kurintikkan, aku tidak tahu. Entah apa aku harus ganti celanaku sekarang atau tidak karena aku mendapati dia sedang merintikkan air matanya tepat di atas kepalaku.


Kemarin siang aku hanya ingin bersamanya—dia yang tidak abadi.
Entah apa yang sudah merasukiku.
Mereka mengikutiku kemanapun aku pergi.
Mereka selalu berusaha mendapatkanku.


Bahkan tumbuh-tumbuhan yang tak berdosapun turut serta dalam listnya.
Anugerah inilah yang dinanti banyak orang.
Dan hal inilah yang membuatku tenang
biarpun luar dipenuhi dengan bising alam.


Sudah berapa kali kamu memukulku?
Apa salahku hingga kamu lakukan itu?
Dan sihir apa yang kamu gunakan
hingga aku jatuh cinta pada rintik-rintikmu?


Seperti bioskop, kamulah layarnya. Layar alam.
Dengan seduhan coklat panas dan selimut yang melingkar di raga,
mendapati hal yang menarik dan menenangkan.
Kamulah hal itu, sayang.
Kamu yang sudah merintikiku tadi siang.
Yang terkadang membuatku berada di dua pilihan sulit.


Berpuas denganmu,
meluaskan wilayah raga hingga aku letakkan ragaku ke bawah.
Membiarkanmu jatuh padaku bahkan pada wajahku.
Aku tidak akan tahan kar'na pukulanmu yang terus menerus.



Aku tersenyum.
Tak jarang juga aku tertawa di antaramu.



Bagi kamu yang sudah merintikiku



Nanda Dega








lope



Saya tak yakin akan itu. Perbuatan apa yang telah saya lakukan hingga hal besar terjadi? Apa ini karena doa-doa yang kunaikkan dihadapan-Nya?

Hari itu adalah hari teraneh dari semua hari yang sudah saya lalui akhir-akhir ini. Mengapa tidak? Waktu itu saya sedang berlari sekaligus membawa bekal yang saya siapkan sendiri di rumah nenek. Seperti orang melamar, begitulah saya sembari berlari menuju kebun kakek. Tiba-tiba itu mengangkatku—saat berlari—, membawaku maju sampai-sampai yang terasa hanya kesejukan dan keringanan—saya begitu ringan. Hanya... ringan.

Semuanya berlangsung begitu cepat. Bagaimana caraku menyimpan momen menakjubkan dan aneh itu?



Nanda Dega


jostle



Hanya hari Sabtu dan Minggu saja hariku. Mereka salah satu sahabat bersantaiku. Kawan-kawan mereka hanya berisikan sibuk dan kelelahan. Pada hari-hari itu pula aku mengalami kesesakan―terutama jam berangkat dan jam pulang. Mereka tidak bisa berkompromi, begitu juga saya. Tidak ada yang mampu―bukan relawan. Kesabaran, mereka bilang ada batasnya dan itu memang terbukti. Kesesakan ini membuat saya berencana 'tuk membawa kasur tidur atau berinovasi membuat ruang khusus hanya untuk saya. Jangan ada yang lain merebut dan menempatinya. Dengan fasilitas-fasilitas menyejukkan hati dan pikiran, aku siap bertatap muka dengan jejal ini.


Aku, hanya ingin pulang.



Nanda Dega


pagi buta

Pagi buta..

ya,
Kenapa?


Kenapa kau membutakanku?
Sihir apa yang kau gunakan?



Padahal tanpa wajah.




Isi hatimu itu...


Pagi buta.




Aku harap, kita lebih intim
dari sebelumnya.


Pagi buta..



Juga malam..



Juga gelap...



Juga sunyi..



Juga angkasa.




nanda dega
nokturnal

fussy girl



Gagahnya dirimu berucap.
Entah di mana dan kapan,
tak pernah hilang kesempatan berbicara.
Kau pikir kau siapa?


Talk in cinema
lebih baik angkat dari pada ketenangan.
Kau patahkan jalur pendengaran.
Dan mereka dapatkan bonus programa.
better than talk on corner


laughing in the library
entah mengapa kau nian keras kepala.
Apa dunia sudah gila?
Apa aku memang belum bangun tidur?


Gagahnya dirimu berucap.
Entah di mana dan kapan,
tak pernah hilang kesempatan berbicara.
Kau pikir kau siapa?


Nasihat, bukan. Amarah juga bukan.
Apa sebenarnya yang kau inginkan?


Betapa gagahnya dirimu berucap.
Entah di mana dan kapan,
tak pernah hilang kesempatan berbicara.
Dunia ini penuh dengan copy kamu.


Begitu gagahnya dirimu berucap.
tak pernah hilang kesempatan berbicara.
Semoga ini hanya mimpi buruk
yang bersifat sementara.


Begitu gagahnya dirimu berucap.
Kau pikir kau siapa?
Apa kau robot yang dikirim dari masa depan
untuk menghancurkan?
Tidak bisakah dunia waras sesekali?


Begitu gagahnya dirimu berucap.
Entah di mana dan kapan,
tak pernah hilang kesempatan berbicara.
Tak pernah lupa menunjukkan keahlian.


Nanda Dega


HALO, Angin!



Sore yang indah,
buat dirinya tetap kokoh berdiri
di bentangan hijau luas.
Para mega maju searah pandangnya.
Serta upaya 'tuk menyatu.
Nature~


Burung-burung kecil mendarat lembut pada ranting-ranting
yang daun-daunnya kena siram sinar sore.
Ada kuda yang gagah berdiri di sudut
serta jembatan beraspal disebelah sana.
Angin menyapa.


Keluar di 4 pagi.
Bagi raga yang haus.
Beserta headphone yang tersambung dengan radio.
Dan aneka riasan pagi.


Rencana dipatahkan oleh yang lain.
Keinginan berubah.
Ikuti jejak yang angin buat.
Lihat graffito yang disebelah sana!


Setelah raga adalah mata.
Angin tuntun dia pada taman kanola.
Jalan setapak ada di dalam
hingga berakhir pada sisi satunya.


Tanpa camera ia memotret.
Asanya adalah keabadian.
Angin masih segarkan dia.
Mengisinya.


Berbaring pada bumi yang hijau itu.
Katakan halo pada bayu.
Katakan juga pada Halo.
Tanpa sadar, kar'na menutup mata.


Nanda Dega


Gap, Gangplank



Aku tidak akan membuatmu tunggu lama.
Pergilah ke rumah—istirahat dan makan.
Buat dirimu senyaman mungkin
di saat aku tak ada.
Ini hanya tugas.
Dan hal ini pasti bisa kuselesaikan.
S e g e r a.
Secepatnya.


Tolong, jangan pasang wajah itu.
Jangan bersedih.
Aku usahakan segera.
Secepatnya.
Jangan bersedih
di tangga karatan ini.


Lihat.
Mereka sudah siap 'tuk naik ke kapal.
Saatnya kita "berpisah sementara".
Turunlah.
Tolong jaga yang lain di rumah
sementara aku melaksanakan tugas.
Jaga juga diri kamu.


Jangan lupa..



Nanda Dega


Eja



Melangkahlah kamu..
kemari.
Sudah aku siapkan segala yang kau butuhkan di sini.
Di garis finish.
Kau tahu, aku sudah tidak sabar melihatmu di sini.
Membuatmu bertahan di sini bersamaku untuk beberapa saat,
dengan cerita-cerita lucu dan menegangkan.
Dihadapan api unggun
dan dalam aula besar nan gelap
dan sunyi.
Biar hanya suara kita dan alam yang berdendang.


Sudah berapa banyak yang kamu kuasai?
Jika lelah, beristirahatlah sejenak.
Di beberapa tempat telah kutaruh makanan kecil dan minuman segar.
Hanya untukmu.


Aku masih menunggumu menyelesaikan tugasmu.
Sekaligus membantu.
Tidak akan berat selama aku membantumu meraih.
Ya, selesaikan dahulu.


Jalanilah langkah selanjutnya,
agar kamu makin mahir.
Di hadapanku dan semua orang.
Agar mereka tahu..
Betapa pandainya dirimu.


Nanda Dega


Kabut







Tangis..
Tangismu tidak akan digubris orang-orang.
Orang-orang itu akan semakin berpergian jauh.
Ya. Kau tidak diajak.
Dan juga tak dicari.


Suara..
Silahkanlah kamu bercakap-cakap.
Dengan diri sendiripun juga boleh.
Banyak orang akan bertanya.
Ya, selamat. Orang-orang memerhatikanmu.
Tapi,
apa perhatian mereka hingga pada datang kepadamu?


Sama saja dengan mengurung diri di kamar.
Kau bersuara dan mereka mendengarmu.
Tapi, apa mereka lihat wajahmu?
Atau tengah terjebak di hutan.
Mendengar saja belum tentu
tercantum dalam kamus hari itu.


Orang-orang hanya lihat bayanganmu,
tidak dirimu yang sesungguhnya.
Kau hanya sketsa di atas kertas polos.
Penuh coretan dan sampah karet.






Nanda Dega


Rock Gate






Lahir pada 1920,
oleh tangan seorang yang patah hati
sebelum pernikahan dilaksanakan.
Berjalan menjauh dari kota kelahiran,
menghabiskan waktunya di negeri orang lain.
Menjadi insan yang diselimuti tanda tanya.


Orang-orang kebingungan juga takjub.
Melihat benda-benda dengan bentuk yang unik.
Mereka berusaha lihat,
namun ia berhenti mengolah.





Banyak tafsiran yang mengalir tentang kastil koral.
Namun ia tetap menutup mulutnya,
untuk hal-hal yang ia anggap
perlu ditutupi.


Diamagnetik? Perhitungan matematika? Lokasi yang salah?
Namun lain bagi mereka. Esoteris.
Masih bertautan dengan Edward.
Dengan aroma sains.
Dan misteri gerbang mati,
pada 1986.






Nanda Dega


Intrik

HEY!
Mengapa....?
MENGAPA kau RAJUT MASALAH ?
Tolong LEBIH BIJAK!


HEY!
Mengapa....?
MENGAPA aku DIAM SAJA DAN TIDAK MELAKUKAN APA-APA?
LEBIHLAH GIAT DAN BERUSAHA!


HEY!
Mengapa....?
APA YANG KALIAN LIHAT?
Kalian pikir aku BONEKA BERUANG?
TATAPAN yang kalian berikan, TATAPAN MACAM APA ITU?
Aku TIDAK SUKA!


Kau TIDAK SUKA jika itu terjadi, maka UBAHLAH!


Kau BENCI mereka yang menertawakanmu, maka TUNJUKKAN!
Biar mereka yang akan makan AMPAS-AMPAS USAHAMU!
Mereka AKAN KENYANG nantinya.
JANGAN TAKUT!


Sudahkah kau dekatkan dirimu pada Yang Esa?


Baikkah dirimu?


HEY!
Mengapa....?
MENGAPA kau RAJUT MASALAH ?
Tolong LEBIH BIJAK!
BERCERMINLAH!
Coba RASAKAN BERADA DI POSISIKU!
JANGAN HANYA BERLAKU!


Kau TIDAK SUKA jika itu terjadi, maka UBAHLAH!
BUAT mereka MENUTUP MULUT mereka!
JANGAN TAKUT!


Kebohongan APA LAGI yang harus KUTANGGUNG?


Virus APA LAGI yang harus KUHADAPI?


Melalui mulutmu,
Kau telah MELAKUKAN KESALAHAN BESAR.


TANGGUNGLAH, sama seperti aku MENANGGUNGNYA.

Suatu saat...
Di masa nanti.
Bersama kata-kata dan HOBI BUSUKMU!



Salam,



Nanda Dega


—telah rusak





pernikahan yang sia-sia

mereka tinggalkan semua.

bahkan rajutan kasih dan kenangan.


padahal...

telah mereka tinggalkan orang tua mereka

demi pernikahan itu

pernikahan yang sia-sia


mereka buang jauh..

hingga yang lain tahu.


Burung-burung gagak mengitarinya

setelah itu mendarat.


mereka telan habis.


tidak ada yang tersisa.

hanya darah..


pernikahan mereka hanya bersisa darah..


pernikahan yang sia-sia



Nanda Dega


ketika kau tahu bahwa gelas yang pecah tidak bisa disatukan lagi

Tiba-tiba seseorang datang kepadaku. Benakku.
Ketika aku sedang berjalan-jalan sendiri dalam ruang biasaku.
Ia merajut sebuah topi lagi padaku.
Seperti yang sebelum-sebelumnya, buat saya keluarkan air mata.
Lagi.


Kali ini, entah kenapa dengan dia.
Wanita yang sedang populer saat ini
dalam sebuah acara televisi.
Hinggap dalam benak sebagai orang yang saya kenal.
Entah apa tujuan ia merajut topi ini untukku.


Hanya aku dan ia saja.
Berawal pada sebuah salon.
Aku datang menghampirinya yang sedang berada di ujung kiri ruang
dekat bangku pelanggan.
Aku berbicara mengenai salonnya, memberi ia selamat.
Melihatnya sukses.


Secara misterius, ruang berubah menjadi kelas.
Kelas kampus.
Hanya, pada penglihatanku —ia dan sekitarnya— bukan sedang berada di kelas.
Itu berbeda dengan perasaanku.
Melihat sekitar dengan inderaku.


Ia berbicara seolah kepada orang banyak.
Padahal hanya aku seorang yang ada.
Mungkin ini masih perasaanku.
Melihatnya berbicara, mengingatkanku akan masa-masa yang lalu, bersama dia.
Seperti teman, namun entah mengapa itu.
Saya mulai menangis
dan seketika itu juga tersadar
dalam dunia nyata.


Menyadari air mata saya dan jantung yang berdegup takut.
Takut akan kepecahan, takut akan perpisahan.



Nanda Dega


B






B




A






Puzzle



Malam hari bisa jadi 2.
Tetapi lebih suka pilih 'tuk beraktivitas, bersama ruang dan gelap sunyi.
Di saat orang-orang menuliskan esai, kau malah membuat 1 halaman Gurindam.


Mencari-cari sesuatu hingga pada sudut. Tiap sudut.
Tanpa perlu menonton ketidakpedulian yang lain.
Bisa merasakan itu.
Satu sisi menunggu tindakan mulia.
Namun sepertinya hal mustahil mulai terpikir.


Menonton seseorang yang meninju cermin toilet hingga berpisah itu satu dengan yang lain.
Membuat pusing orang yang menggunakan.
Mereka mulai membicarakannya di sudut. Hanya beberapa.
Dan tak banyak dari semua yang tidak peduli.
Juga tak banyak dari semua yang beranggap positif.
Itu sangat wajar.


Bersembunyi itu rutinitas.
Mereka hanya benda tak penting yang kerjanya hanya mondar-mandir.
Membuat sempit dan tidak nyaman.
Perlunya pembagian wilayah yang jelas,
bagi yang berkepentingan dan yang tidak berkepentingan.


Biar alarm berdering di 8 pagi.
Bel rumah pun. Biar berbagai macam orang mengisi ruang rumah dengan bunyinya.
Terus, terus, dan terus menerus, dengan respon yang diumpat bersama orang rumah.


Bermalam-malam cari teman bermain.
Bermalam-malam kurangkan bosan, beli makanan kecil di toko.
Tapi bermalam-malam, sepi sama dengan konstan.
Hanya pendaki gunung yang sendirian, padahal umumnya dilakukan secara bergerombol.


Dulunya yang sering mencari, sekarang jarang mencari.
Telah banyak belajar dari buku pengalaman.
Serta realisasikan semua.


Diri yang lain bertanya pelan:
"Kau baik?"


Kegemaran yang berbeda. Porsi sesuai pesanan.
Tiap insan menikmati hidangan masing-masing.
Namun masih hadir insan-insan yang kurang bahkan tidak puas.
Diam, tetap tenang, masih jadi solusi.


Tidak ingin mengikuti "mitos-mitos" zaman sekarang.
Begitu membencinya. Terlihat dari cara pandang dan sikap.
Ingin bebas, menentukan permainan dan petualangan apa yang dihasratkan.


Hidup begitu misterius.
Mengerti, harus satukan potongan-potongan.
Tertera sesuatu pada potongan-potongan.
Baik aku, kamu, maupun mereka.



Nanda Dega



Rumah Pohon



Tengah mendendangkan lagu yang mereka suka

*memetik gitar*
......... mmmhhh ......
la..lala..laa... ~

Tidak harus gitar listrik atau piano memang, walaupun aku juga jatuh cinta pada mereka.
Kini kupersilahkan biola dan gitar untuk menempati ruangku.
Tapi bukan berarti aku tak setia dengan kalian, teman-teman lama. Tolong biarkan aku bekerja.
Kalian jangan segan karena aku ingat kalian, tatkala aku menggesek biola dan memetik gitar.
Kalian coklat pucat dan coklat-kemerahan.


Aku ingin mengisi kamar ini dulu, kamar yang sudah tidur bersamaku dan melindungiku mati-matian ini.
Dia... coklat pekat. Berjendela dan bertirai.
Kalau kalian lihat dia, kalian pasti ingin memeluknya kar'na sinar eloknya yang memikat.
Tapi sayang, dia terlalu besar untuk kalian peluk.
Dia akan terlihat keren kalau aku bermain gitar atau biola di depan pintu.
Memang kami ini saling melengkapi.


Dia seperti payung di saat hujan dan topi di saat musim kemarau.


Aku bisa melihat lapangan bola dari sini.


Aku juga bisa melihat kebun pamanku.
Pamanku adalah orang yang rajin. Setiap hari kebunnya diperlakukan seperti kepala ratu, dilayani dan dimahkotai. Lihat saja mahkotanya itu, hingga berwarna-warni warnanya.
Tidak jarang juga aku mengambil beberapa bagian dari mahkota itu untuk kumakan.
Benar-benar sedap, sebagai pengganti jajanan yang ada di toko-toko.
Dan mahkota itu bisa mengurangi pengeluaranku tentunya.

*penjahat kecil!*

Aku tidak menyebut itu tindak kejahatan.
Aku hanya melakukan apa yang guruku ajarkan padaku:
"manfaatkan sumber daya alam"
Begitu kata beliau.


Dan juga, kalian bisa melihat pemandangan yang spektakuler dari sini. Pegunungan.
Biarpun terlihat kecil, tapi itu cukup untuk menyejukkan hati dan mata kalian.
Dari sini kalian bisa merasakan sejuknya pegunungan itu.


Dedaunan suka menjadi jendela keduaku, biarpun hanya lewat celah-celah.
Seperti jendela yang dilapisi oleh jendela lain.
Tapi, itu adalah salah satu dari keindahan rumah pohon ini.
Kalian bisa jatuh cinta kar'nanya.


Ayahku berkata kalau aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri.
Ibuku berkata kalau aku harus bermain bersama teman-teman di luar sesekali.
Tapi, biarpun kalimat-kalimat itu sudah kusambung dengan kata sambung "dan", tetap aku masih belum mau mengindahkan.
Pertama kali aku keluar untuk mencari teman, yang kutemukan hanya sekumpulan anak-anak yang hobi menggosip, bermain gadget, dan kesibukan-kesibukan lainnya.
Anak-anak itu seperti orang dewasa saja. Aku tidak mau dikelilingi dan bergaul dengan orang dewasa yang seperti itu.
Dan itu adalah yang terakhir bagiku untuk keluar mencari teman.


Kuterjun dengan sepatu kets, celana pendek, serta kemeja yang serba putih dari rumah pohon kemudian.
Tenang. Ketinggian rumah pohon dengan tanah tidak sampai ratusan meter.
Selain itu, aku bukan mendarat di atas kumpulan paku berkarat yang siap menusuk kaki.
Hanya rerumputan indah yang siap diinjak.
Alangkah tenangnya, kar'na ini bukan paragraf horor.


Angin —sumber daya yang tidak tahu sopan santun— berhembus sembarang —karena aku tidak tahu datang dari arah mana—, menabrak pepohonan yang ada disebelah sana sebelum ia menabrak pohon yang jadi tempat tinggal rumah pohonku.
Kalian seharusnya berada di sini saat itu.
Kar'na wajahnya yang selama ini tertutup rambut, hampir terlihat penuh.
Setelah sekian lama bersembunyi dari orang-orang.
Menunjukkan ketampanannya sekali lagi.
Pada kami...
Sore itu.





Nanda Dega



day

Hai, semuanya!
Dengan kekuatan lemas yang masih melekat dengan saya, setelah saya bangun tidur.
Yang sebelumnya dijerat oleh sederet mimpi. Mimpi-mimpi ANEH. Bisa juga dibilang unik, kalau kau setuju denganku.
Aku bisa saja dimakannya hingga malam nanti, tapi Tuhan mengizinkan itu hanya sampai sore ini saja.
Tapi entah mengapa, aku selalu curious akan kelanjutan ceritanya.
Dan ga selamanya mimpi-mimpi itu berakhir sepenuhnya.
Ya. Aku masih penasaran.
Namun, jika saya kembali tidur yang ada malah saya yang akan ciptakan mimpi itu.
Itu tidak Alamiah.
Tapi, apakah benar tindakan saya?
Apa perlu, saya lanjutkan mimpi itu dibarengi kenyataan yang saya pun tidak tahu apakah itu perlu dan bermakna di dalam kehidupan saya atau tidak.
Mereka hampir membuatku tenggelam lebih dalam lagi.

Dan tidak selamanya mimpi-mimpi yang saya alami adalah baru. Terkadang, ada adegan atau keseluruhan mimpi yang muncul kembali di masa sekarang —masa depan—.


Déjà vu.


Dan jelas sekali bahwa segerombol mimpi yang lain telah menunggu di ambang pintu untuk datang padaku, menghantuiku sekali lagi, seterusnya, bahkan hingga selamanya.
Entah kapan mimpi yang indah dan mudah kumengerti mendapat gilirannya.

Film gratis, dan aku tidak perlu memberikan uangku untuk menikmatinya.
Benar-benar gratis,
dan sembarang.


-------

Berada di loteng yang temboknya terbuat dari kayu.
Kayu yang warnanya coklat pekat, dengan tirai putih yang menari lembut tatkala bayu datang berkunjung.
Aku mengurung diri dibalik pintu yang ada di dalam, berharap orang-orang tidak menemukanku.
Namun....


Lahan parkir semakin lama semakin merendah, hanya sisi satunya, sisi yang berujung pada lautan biru dan bersih.
Hampir membawa mobil-mobil masuk ke dalam tubuh yang biru dan bersih itu.
Batu karang hitam ada di sisi itu siap memberi tanda pada mobil-mobil yang tujuan akhirnya saat itu adalah tubuh biru dan bersih tersebut.
Kepiting-kepiting dan ikan-ikan nampak juga di sana.


Berjalan menelusuri jalan beraspal, jalan sempit yang hanya bisa dilalui satu mobil, dihimpit oleh semak-semak subur dan tinggi di sepanjang jalan.
Entah akan berakhir di mana jalan itu. Jalan yang belum pernah dilalui, namun pernah merasakan.
Situasi terasa aneh sekaligus familiar.


Berlari-lari bersama teman-teman —bercampur dengan teman SD— menuruni tangga.
Tangga beraspal umum yang ada di sana, bukan mengambil langkah layaknya seorang wanita yang sedang menuruni tangga dengan sepatu haknya.
Tiba di hutan malamnya, dengan dedaunan kering sebagai penghias jalan.
Melihat dia diajak untuk pulang tapi tanpaku.
Namun aku senang melihatnya kembali padaku dengan sepeda mungilnya.



—Tidak dapat diprediksi—


Sedikit dari sekian banyak.
Dan bukan hanya gelap hari, tapi terang hari juga turut serta.




Nanda Dega


celah



Aku ingat ketika... kau menggendongku.

Itu sudah sangat lama, bagiku. Menatap diriku, berhadapan dengan cermin dan diriku yang satunya lagi, mendapatkan pandangan yang sedih dan tersiksa serta kepala yang menengadah ke bawah. Melakukan ini di tempat yang tersembunyi, bahkan dirimu. Aku tidak ingin menambah beban bagimu —lagi—. Tetapi, andaikan kau tahu yang diriku yang lain katakan dan inginkan...

Terus aku mencoba untuk membujuk, melakukan hal-hal yang pernah kita lalui bersama. Betapa gatalnya punggungku, membutuhkan garukan unik darimu. Atau membedakinya.


Aku ingat ketika... kita menatap lewat celah dedaunan.

Itu sudah sangat lama, bagiku. Ketika kita sedang asyik berlari, mengejar satu sama lain, bermain di taman hijau yang sunyi, serta ditemani oleh sinar matahari. Hari itu begitu terik hingga aku harus keluar masuk rumah untuk mengambilkanku dan dirimu minuman segar.

Sesaat aku berlari, menghindar dari tangkapanmu. Karena jika aku tertangkap, aku akan kalah dalam permainan. Berlari melewati pohon satu ke pohon yang lainnya, sekaligus berlindung dari teriknya sinar matahari. Masih bertahan dalam permainan, sampai akhirnya kau menangkapku, menghimpit lembut kedua lenganku dengan tanganmu, dipisahkan oleh dedaunan dari ranting yang merendah. Di saat itu kita bertatapan lewat celah-celah dedaunan sambil tertawa.


Aku ingat ketika... kau memukul bokongku.

Diberi kesempatan tuk mengingat kejadian-kejadian yang seperti itu, mengingatkanku kembali akan kesalahan-kesalahan yang membuatmu lelah, membuatmu membantuku untuk menjadi yang terbaik di masa depan, mengarahkanku pada jalan yang benar serta menuntunku. Tak jera bagimu melakukan semua itu. Dan Tuhan membiarkan semua itu terjadi pada kita.

Aku berdoa terus pada Tuhan, agar keluarga ini diberkati.


Dan aku ingat ketika... kau mencium kedua pipiku di depan umum, memamerkan senyumanmu setelah membekaskan kedua pipiku dengan bibirmu.
Hari itu...
Masa-masa itu..
dan lainnya.


Tapi mau bagaimana lagi. Aku tidak mungkin membiarkanmu menggendong tubuh anak yang sudah besar ini kan, Bu?






Nanda Dega



karnaval



Mengungkit masa-masa di mana kita pernah bertarung kecil-kecilan. Kau membiarkanku menang pada awalnya. Ingin membuktikan bahwa aku jago. Kita bersenang-senang lewat pertarungan kita, pertarungan kecil-kecilan. Kau memukulku begitu pelan. Begitu hebatnya kau menjaga permainan ini tetap berlangsung. Tertawa pun menghiasi arena.


Aku teringat ketika kau mengajariku memanjat pohon mangga. Mempraktikkannya untukku, di mana suatu saat aku akan memanjat untuk mengambil buah mangga pertamaku. Semakin lama, aku semakin handal, menaklukkan semua pohon yang ada di halaman rumah. Melihat senyummu, senyum lebarmu ketika aku bisa sepertimu, melangkah lebih depan dibanding orang-orang yang ada disekitarku.

Tiada hentinya kau mengajariku dengan hal-hal yang pernah kau coba. Ilmumu terlalu banyak bagiku. Mungkin suatu saat kepalaku akan kepenuhan dengan pengetahuan-pengetahuan ini. Kau membekaliku terlalu banyak, dan aku bersyukur atas kebaikan Tuhan.


Kau hampir selalu menyempatkan dirimu tuk bermain dan berbincang bersama. Aku mewajarinya.


Kau memberikan kami tiket masuk karnaval saat itu. Aku ingat.

Mengingat di mana sebelum hari kita pergi, kita pergi bersama ke supermall untuk keperluan perut kita nanti. Begitu banyak makanan yang menggodaku saat itu. Kau membiarkanku memilikinya.

Mengingat kau mengangkatku tinggi hingga kepalaku hampir menghantam dahan pohon yang di sana. Tapi kemudian aku tersenyum.

Aku ingat ketika kau melambaikan tanganmu padaku, menunjukkan padaku tempat kita setelah aku membelikanku dan dirimu berondong jagung asin dan permen kapas berwarna hijau. Kita mengisi perut dengan makanan yang sama. Sesaat kau tersenyum kagum, kemudian melahap berondong jagung asin hingga yang lainnya berjatuhan.


-Karnaval itu begitu berwarna-



Kami dikejutkan dengan pakaian-pakaian yang penuh warna dan berkelap-kelip. Cocok untuk dijadikan hiasan pada mobil-mobil yang ada di lahan parkir sana.

Menatapi karnaval sembari mengisi perut, sembari menyusun rencana-rencana yang akan kulakukan bersama Ayah.
Dia begitu gembira akan kemeriahan dan karnaval yang berwarna itu. Aku bisa melihat dirinya yang begitu fokus dan tidak bisa diganggu.





"Sini, naik ke punggung Ayah. Pasti mereka menghimpitmu, tadi."



Nanda Dega



cepat lah, abang angkot.... aku sudah lelah



"tumben-tumbenan nih bocah."

haha.. iya.
mau cerita sedikit soal malem tadi.
ga jauh-jauh dari abang angkot dan partnernya, angkot.


Sore tadi saya untuk pertama kalinya menjalani KP atau Kuliah Pengganti untuk mata kuliah Advertising.
Jarang-jarang kuliah pulang malem. Gua memang agak bersemangat. *tadinya*


Awal masuk kampus biasa-biasa aja. Normal.
Kalau masih ada waktu, gua pergi ke perpustakaan kampus buat numpang baca novel.
Ngelanjutin baca yang kemaren. Judulnya Trio Detektif: Ayam Goreng Beracun.
Gua suka lupa soal lanjutin baca novel besoknya. Tunggu ada "waktu luang" dulu baru terlaksana.
Itu pun ga tau kapan.


NAH!
setelah itu gua buka tas dan mulai menggenggam novel beserta gadget.
Mumpung dapet Wi-Fi gratiss. :/
Awalnya gua cek LINE. Koversasi macam apa yang tengah menghiasi LINE gua saat itu.
Setelah semua, gua buka novel, cari halaman terakhir yang gua baca, habis itu baca.


Berlama-lama duduk dalam perpustakaan dengan tulisan-tulisan di novel yang harus dibaca, demi menghilangkan rasa penasaran akan kelanjutan cerita.
Akhirnya kelas pengganti akan dimulai.
Padahal saya hampir selesaikan membaca.


Gua beres-beres, cek barang-barang, lalu tuju ke kelas pengganti.
Jarak perpustakaan dengan kelas yang dipakai sore tadi cukup jauh.
Jadi, sempetin diri buat ngebolang.


Gua cari-cari, akhirnya ketemu jua.


Segera gua masuk kelas dan mendapati dosen Advertising telah tiba.
Untungnya ga telat-telat amat. *alesan!*


Untuk kesempatan tadi, gua diperlihatkan macam-macam iklan layanan masyarakat.
Begitu kreatif dan unik.
Tapi sayangnya ga sampai akhir pelajaran.
Setelah itu, kami dipersilahkan untuk istirahat.
Dan setelahnya, merevisi iklan yang sudah direvisi berkali-kali.
Tapi untungnya, revisi kali ini semakin sedikit.


*Mungkin sedang lelah*


Waktu terus berjalan, hingga kami sampai dipenghujung kelas pengganti.


Sesaat gua bingung mau ngapain habis itu.
Tapi akhirnya gua putuskan untuk pulang.


Perjalanan pun dimulai.


Untuk sampai ke rumah, gua harus naik-sambung angkot.
untuk angkot pertama, semua biasa-biasa saja. Masih normal.
Tapi keadaan berubah saat gua sambung angkot kedua.


Gua mulai ngantuk
Gua mulai curiga
Gua mulai bertarung dengan alam bawah sadar
Gua mulai berusaha lawan kantuk
Gua mulai...


argh! Kejadian lagi.
Mungkin memang dikarenakan 5L.
tapi.. ugh.


Saat gua sadar kalau gua mulai ngantuk, gua coba kedip-kedipin mata.
Gua coba membuka mata lebar-lebar.
Gua coba lawan.
Tapi hasilnya?


ya, ada hasilnya.
Hasilnya adalah gua buat seorang bapak yang habis pulang kerja, ga nyaman.
Perlawanan semakin sengit, tapi akhirnya gua kalah.
Awalnya tangan kiri gua melemas. Dia mendarat di punggung si bapak.
Tapi saat itu juga gua sadar dan gua tarik tangan gua.


Mata gua kembali tertutup. Tangan kiri gua kembali melemas.
Alhasil, dia kembali mendarat di punggung sang bapak.
Dan seketika itu juga gua kembali menarik tangan gua.


Mata gua kembali tertutup. Tapi kini yang melemas adalah badan gua.
Dan alhasil, kepala gua mendarat di punggung sang bapak. Beruntungnya gua langsung sadar.
Udah berapa kali entah gua mendarat di punggung si bapak.
Gua sedikit panik. Tapi akhirnya gua senderan dipojokan.
Gua pun masuk ke alam bawah sadar.


* * *
tik.. tok.. tik.. tok..
* * *


Gua bangun kemudian.
Setelah enak-enakan tidur dipojok angkot, gua cek sang bapak di samping gua.


Bangkunya kosong..


Tapi tenang aje. Beliau cuma pindah tempat. Jadi di seberang, beliau.
Bangun-bangun udah malu saya.
Malu hampir bikin anak orang jadi kasur tidur.


huffthh..


Setelah semua itu, gua pun bangkit.
Bangkit dari kantuk.
Dan untungnya, gua ga kebawa jauh sama abang angkot.
Untungnya malam tadi gua bangun jauh sebelum tempat gua biasa turun dari angkot kedua.


Terlebih lagi, gua bisa menjauh dari si bapak untuk waktu yang cuuukup lama. *semoga*.



PS: Pastikan diri anda tidak mengantuk sebelum memulai perjalanan, terutama bersama abang angkot dan rekan kerjanya, "angkot". Banyaklah berdoa dan bangunlah iman setinggi-tingginya, agar perjalanan anda nyaman dan aman sampai ke tujuan.


Salam,


Nanda Dega

_________________________________________________________________________________

Pemberitahuan
Saya berencana merilis album, hanya saja ini pos. Sebelumnya saya akan merilis single post yang beberapa di antaranya disertakan instrumental. Saya harap, para pembaca menikmati rilisan saya. Saya beri kebebasan bagi pembaca untuk memberi ide-ide seperti judul, tema, dan sebagainya, mengajukan pada saya sebagai tantangan. Para pembaca bisa melakukannya via Twitter, Facebook, E-mail, dan kontak lainnya. Terima kasih sudah berkunjung.

Salam hangat,


Nanda Dega

B



Berbahagia sebelumnya kar'na lelucon seseorang di selasar rumah sakit, bukan berarti sebelumnya tak bersedih. Masih menunggu kepastian..


Mengapa demikian? Kar'na mereka ingin buat mereka -yang lain- yang tak terpilih lebih baik dan maju lagi.


Dikarenakan tak ada hal lain yang bisa dikerjakan. Bahkan hiburan pun seperti barang mahal yang hanya bisa dibeli oleh orang-orang tertentu. Dan kamu pasti tak mau berurusan dengan bau badan, apalagi orang lain punya. Maka dari itu, cobalah 'tuk mengerti keadaan.


Rencana sebelumnya, berpakaian necis dan modis, agar orang-orang kagum padamu. Kadang kamu pun yang pendiam dan penyendiri ingin orang-orang memandang kagum padamu. Orang-orang tidak ada yang tahu tujuan tersembunyimu.


ssssttttt.....


Bak yang aku bilang, "hiburan seperti barang mahal...", ditambah orang-orang yang ada di dalam tidak memerhatikanmu dan hanya menyibukkan diri mereka dengan barang-barang kepunyaan. Mereka (SANGAT) kadang melakukan hal-hal yang membuat mereka kontak langsung dengan lawan main dan bicara. Tidak hanya cover, isi dunia pun ikut berubah.


Dan pada akhirnya, kamu pun pulang. Kamu tak bisa berharap kar'na mereka manusia. Melihat mereka yang masih aktif menggerakkan jemari di sisi handphone mereka yang padahal mereka tengah berjalan di jalan terbuka. Tidak ada gunanya kamu melihat kanan kiri kamu. Lebih baik menunduk saja.


Mereka tak melihat dibalik gelak tawamu yang meledak-ledak ada duri-duri kecil yang masih menusuk perih diri kamu. Kamu terlalu memendam dan menyendiri. Sadar itu tak baik tapi masih jadi rutinitas kamu. Aku harap kamu diberkati.






Nanda Dega


_________________________________________________________________________________

Aku mau menunjukkan ke kalian seperti apa rasanya di balik A.
_________________________________________________________________________________

Bartender



Perhatianmu padaku tatkala aku tatap kamu di depan pintu masuk.
Kemahiranmu menyapu bersih gelas-gelas dengan kain putih bersih milikmu.


Beraninya kau membaca umurku tatkala aku sampai di tempat yang menghadap kamu. Pijakkan dan lebarkan kedua tanganmu, seolah-olah kau ingin memalakku. Bertanya kemudian, dengan keseriusanmu apa yang hendak aku pesan. Kau beraninya menawarkanku minuman itu, menyertakan kelebihan serta sejarahnya, hingga aku dengan pasti dan senang memilih minuman yang kau tawarkan. Melihat botol demi botol tatkala pramutama itu sedang mencari minuman yang aku pesan. Kulihat sekeliling, hanya sepi dan artistik yang hadir.


Kubalikkan pandanganku, putar 180 derajat, melihat pemandangan jalan raya yang basah dan jarang dilalui. Lampu-lampu pada toko-toko diseberang mulai berkurang kekuatannya, tak sama tatkala aku pertama kali lewati jalan itu.


Kau sudah meletakkan pesananku di belakang, mendengar suara gelas yang berisi, menduduki meja panjang yang memisahkanku dengan sang pramutama. Lagi-lagi kau berani bertanya padaku, dan lagi-lagi aku meresponi. Terlalu banyak pengalaman bercerita denganmu membuatku menempelkan stiker bertuliskan "pendengar yang baik" padamu.Tidak jarang jua kami saling menghibur dan berkisah di tengah sepi dan artistik.


Semakin lama kau semakin hafal apa yang akan aku pesan, padahal terlalu jarang aku tiba. Mengingat di mana seseorang pernah memintamu berfoto bersama, namun kau menolak kar'na sibuk tidak memperbolehkan.


Setelahnya, disebabkan hasratku pada rumah adalah besar, aku putuskan untuk pulang sekaligus mengistirahatkan ego. Kuperiksa kembali barang-barangku dan meletakkan sejumlah tip di samping gelas bekasku sebelum aku melangkah ke jalan basah yang di luar sana.




Nanda Dega



A



AaaaaaaaAAaaaaaaaaa........
Grup Akapela yang tengah memecah kesunyian dengan para penonton + keseriusannya di depan mereka.


Yang terbaik yang akan dipilih terlebih dahulu.


Bangun kayak biasa, berantakan dan penuh bau. Dunia fantasi apa yang sudah otakmu rajut tadi malam, giliran dunia nyata yang bekerja. Seperti biasanya, pergi ke kamar mandi, basuh tubuh kotormu itu dengan peralatan mandi, serta meneciskan diri agar tidak diumpat orang. Setidaknya sudah kau isi lambung kosongmu itu dengan yang mengenyangkan sebelumnya.

Seperti biasanya, kau berjalan sebentar ke lingkungan di mana transportasi hadir. Kadang, dengan pakaianmu kau jadi perhatian orang disekitarmu. Kadang kita bisa jadi seorang model, benar kan? Dia juga.

Kalau sudah sampai yang dilakukan cuma duduk diam tanpa jimat pengusir kebosanan dan kalau masih ada waktu, yang dilakukannya cuma mondar-mandir lihat-lihat tanpa tujuan pasti. Jarang banget yang bisa hibur kamu di sana.

Jalan sembari nunduk itu udah biasa. Benar-benar hal umum. Apalagi kalau ketawa, ga jelas. Orang-orang kadang sih bilang begitu, tapi bagi kamu, itu memang murni nyatanya.

Habis rutinitas itu yang kamu lakukan adalah "langsung" ke rumah. Kayak ga ada apa-apa di samping kiri kanan kamu. Kalau udah di rumah, ya.... gitu-gitu aja.



Sehabis perjalanan yang biasa itu, mulai aktivitas biasa.
Dan seusai aktivitas yang biasa itu, mulai perjalanan biasa.

"Bumi benar-benar berputar pada sumbunya"








Nanda Dega



ALARM



Hari ini Dia bangun pagi, sekitar jam 5 a.m. Dengan kaos putih yang kusut dan rambut yang terombang-ambing, ia bangkit. Setengah bangkit, kemudian bangkit sepenuhnya, melihat seekor anjing yang masih tertidur di lantai kayu dengan bulunya yang nian halus walaupun hanya dilihat.


Dia pun berjalan menuju ruang mandi, dengan handuk yang sudah ada di sana sejak malam lalu. Rambut yang tadinya terombang-ambing kini layu akibat kalah bertarung dengan sang air. Dia pun meneciskan diri dengan pakaiannya yang putih dan kasual. Pergi ke meja makan sebelum pergi ke kantor. Sudah tersiap untuknya dan anjingnya. Dengan bulunya yang halus dan berwarna kuning-kecoklatan datang menghampiri piringnya yang bertuliskan angka 8. Si 8 sudah besar dan sangat nyaman untuk dipeluk. Menggonggong dua kali sambil melihat ke arahnya setelah melahap semua makanan di piring berangka 8 berarti terima kasih. Dengan senyuman dan belaian di kepala 8 sebagai balasannya.


Jam mengatakan kalau Dia harus pergi ke kantor. Dia tak bisa memeluk erat lebih lama si 8. Si 8 tampak sedih dan takut, melihat tuannya sudah memegang kunci mobil dan tas kantornya. Dengan cepat, 8 menghalangi pintu sebelum tuannya menarik ganggang pintu. Menatap sedih, berharap tuannya tidak pergi. Tapi ia juga tidak tega meninggalkan 8 sendirian. Dengan berat hati —lagi—, ia meninggalkan 8 di dalam dan mengunci pintu. Itu dilakukannya agar 8 tidak kabur seperti yang sudah-sudah.


8 menggonggong keras dibalik jendela, memohon tuannya untuk tidak pergi. Dia menatap balik 8 dibelakang setir. Hal tersulit adalah saat mulai memutar kunci dan meninggalkan rumah.


8 terus menggonggong hingga tuannya tidak terlihat lagi. 8 menundukkan kepalanya dan menunggu kemudian di balik pintu putih, tempat di mana 8 akhir-akhir ini melarang tuannya pergi ke kantor.


Dia menelusuri jalan sekitar 1 jam dengan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya menuju kantor. Biasanya dia mengajak 8 jalan-jalan dengan mobilnya dari pagi hingga sore hari. Tidak jarang juga dia memikirkan 8 yang sedang sendiri di rumah dan akan membuatnya menunggu hingga malam —lagi—.


Berjalan ke selasar menuju tempat parkir. Dengan tas kantor yang ia genggam sambil terburu-buru. Meraih pintu mobil dan membukanya, menutupnya kemudian dan mulai memutar kunci. Dia pun tancap gas dan siap 'tuk sampai di rumah.


Dia pun sampai dan mulai membuka pintu mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya. Meraih kunci yang ada di kantong celana sebelah kiri dan memasangkannya pada pintu rumah. Nampak di situ anjing berbulu kuning-kecoklatan yang tengah menari riang sambil menggonggong. Dia pun merendah dan membiarkan 8 menjilati kedua pipinya. Dia memeluk 8, begitu juga 8, menutup mata sembari melepas rindu. Tindakannya untuk menunggu, akhirnya terbayar jua.


Semua pintu dan jendela sudah dikunci. Lampu-lampu di rumah yang tak terpakai dimatikan, hanya lampu di ruang tamu yang masih menyala. Masing-masing dengan rapi duduk di atas sofa sembari menonton acara komedi yang sering mereka tonton pada malam hari. Sesekali ruang tamu diisi dengan gelak tawa dan gonggongan, bahkan sampai menggema hampir ke seluruh sudut. Tidak lupa Dia mengusap lembut kepala 8 yang saat itu masih menonton. Gelak tawa dan gonggongan pun berlanjut.


Jam berkata, sudah saatnya 'tuk tidur. TV dan lampu dimatikan. Tuan dan rekannya pergi tidur.


Keesokan pagi, 8 berdiri menatap tuannya yang masih terbaring sembarang di atas kasur. Alarampun berbunyi membangunkan si putra tidur. 8 masih melihat tuannya. Tuannya membalas tatap kemudian, terheran-heran mengapa 8 tidak menggonggong padanya. Dia pun berjalan melewati 8 menuju ruang mandi. Kembali basuh raga di pagi hari masih dengan tujuan yang sama —bekerja—.


Tuannya berpakaian serba hitam, kecuali kemejanya yang berwarna biru muda. Dia siap berangkat, tapi 8 tidak. 8 mengikuti tuannya di depan. Sebentar ia berbalik sambil menggonggong kepada tuannya agar jangan pergi. Tapi usahanya nihil. Begitu juga untuk esok, esoknya lagi, dan besoknya lagi.


8 tak pernah berhenti menghalangi tuannya pergi. Ia hanya ingin bermain puas bersama tuannya seperti dulu, saat keduanya masih memiliki kebebasan.


Di sisi lain Dia sedih. Entah kapan ia bisa mengajak 8 bermain puas lagi. Entah sampai kapan 8 melakukan ini padanya. Entah kapan 8 menggonggong padanya lagi saat Dia masih tidur. 8 menatap lama pada tuannya, tapi sayangnya tuannya mengerti apa yang 8 inginkan. Tuannya pun merancang rencana.




Dengan lagu instrumental yang menemani keduanya di teras, keduanya sama-sama menonton langit. Waktu itu langit tengah kosong. Penduduknya tak ada yang keluar rumah. Sangat biru.


Dia mengelus 8 dari kepala hingga punggungnya, masih dalam posisi bersantai. Sesekali, angin menyejukkan keduanya, begitu juga minuman yang tersedia di samping tuannya dan di depan 8.


Keduanya kemudian memutuskan untuk pergi. Dengan Chevrolet Camaro hitam menuju taman di pusat kota. Jendela dibuka bagi 8 agar ia bisa menyapa lagi pada dunia. Tuannya hanya tersenyum melihat gelagat 8. Seusai memarkirkan mobil, 8 dan tuannya pun turun.


Mereka terlihat sangat gembira melakukan perjalanan ditemani bermain puas di taman yang nian lapang itu. Langit pun menghitam tanpa mereka sadari. Tuannya memutuskan untuk kembali ke mobil, tapi serbuan air menghalangi niatnya sehingga mereka terpaksa berteduh. Tuannya duduk di samping 8 hingga membuatnya dijilati oleh 8 kar'na kedua pipinya yang sempat kena serbuan air. Tuannya mengambil sapu tangan dari saku celananya dan mencoba mengeringkan 8.


Setelah awan nimbostratus kehabisan air, 8 dan tuannya melangkah pergi ke tempat parkir. Sesampainya di sana, tuannya mengeringkan rambut dengan handuk berukuran sedang yang sempat dibawanya, kemudian melakukannya pada 8. Kunci pun diputar tuannya dan tancap gas kemudian. Setibanya di rumah, 8 dan tuannya pergi mandi. Hujan pun datang kembali.


Dia mampir ke ruang tamu diikuti 8. Menyalakan TV dan mulai mengorek saluran tiap saluran, berharap bisa menemukan acara yang diinginkan. Sesampainya pada salah satu saluran, Dia pun meletakkan remote TV di meja kaca yang ada di depannya dan mulai mengunyah adegan demi adegan acara yang ditontonnya seperti popcorn yang sedang dilahapnya. 8 pun tak ketinggalan 'tuk mencoba popcorn dari tuannya.


Tiga jam telah berlalu. Tiga acara telah dilahapnya. Tuannya mematikan TV kemudian, dan menuju ke perapian, masih diikuti oleh 8. Jam menunjukkan pukul 8:30 p.m.


Dia menyulut api pada bongkahan kayu di perapian. Setelah itu semua lampu dimatikan —kecuali lampu teras— dan semua pintu dan jendela dikuncinya. 8 saat itu menunggu tuannya di depan perapian. Ruangan itupun akhirnya hanya disinari oleh cahaya dari perapian. Tuannya pun datang dengan selimut, kemudian menyelimuti dirinya dan 8 pada sofa di depan perapian. Dia mengelus-elus lembut 8 hingga akhirnya 8 pun terlelap. Hari itu telah dilewati oleh 8 dan tuannya bersama-sama. Beruntungnya, masih ada hari esok. Tuannya pun akhirnya tertidur, bersama, di atas sofa.


Esoknya, 8 menggonggong pada tuannya dari bawah sofa, mencoba 'tuk membangunkan tuannya yang masih terlelap. Dia pun akhirnya bangun dan melihat alaramnya menyala, mencoba 'tuk membangunkannya dari bawah sofa.




Nanda Dega