perjalanan ke masa depan



"Aku berhenti.", "Aku berjanji tidak akan melakukan itu lagi!", "Besok akan menjadi hari yang indah.", "Kita lakukan ini. Belum tentu esok bisa.", "Aku sudah tidak sabar akan esok!", "Bagaimana kalau besok kita pergi ke tempat itu?", ...............................................................................................dst.


Tatkala seseorang tenggelam karena bak asa sudah meluap nian ditambah iman yang lama-lama diasah serta aksi-aksinya hingga menambah berat pakaian yang dipakainya. Menempatkan dirinya pada wilayah yang ia sendiri batasi. Alamnya dipersempit, menuju hal yang sudah dirancangnya hari-hari yang lalu. Mungkin ada yang mengangkat tangan dan berkata tidak, namun entah berapa luas wilayah yang diperlukan untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Begitu jarang hingga kau tidak memedulikannya.


Buka mulutmu, buka juga wilayahmu. Lebarkan tanganmu dan peluklah semua yang kau butuhkan. Berhati-hatilah karena terkadang pondasi tidak sama dengan badan ataupun kepala. Akan lebih baik jika kamu berkomunikasi dengan-Nya terlebih dahulu, rundingkan rencana mana yang laik dan mana yang tidak laik. Itu membantu. Sangat.


Alpa itu adalah hal wajar namun apa benar akan terjadi pada kamu yang tengah bersemangat ini? Jika benar kamu, kamu tidak akan terlena jua. Jadi sungguh.


Buku harianmu sudah penuh. Buku-buku kosong pada meja coklat di belakangmu sudah dalam posisi antre, rapi menunggu giliran untukmu menggelitik lembar demi lembar. Lampu mejamu juga sudah lemah dayanya. Kau benar-benar membutuhkan teman-teman baru—lagi.


Sudah seri keberapa? Dan episode keberapa nanti? Aku dan penonton lainnya tidak sabar menunggu kelanjutan kisah hidupmu yang selalu mengalami kadang. Nikmatilah episode kali ini, karena dalam beberapa jam ke depan episode baru sudah ada diujung barisan, barisan terdepan, menunggumu, menantimu untukmu masuk ke dalamnya. Ke dalam dimensi yang kamu semua termasuk kamu sendiri belum ketahui. Dimensi baru atau lama? Sedih atau menyenangkan? Drama atau horor?


Siapkan dirimu karena kami siap menyaksikan.



Nanda Dega



celah/karnaval








celah (Instrumental)

karnaval (Instrumental)





yang terlahir




ALBUM COVER IN PROCESS...





NASKAH DRAMA



Begitu handalnya dirimu menyusun naskah drama. Pakar yang satu lagi. Dan bodohnya, orang-orang sama sekali tak menyadari aksi yang kau lakukan ini. Apa rahasianya? Bagaimana caranya agar aku bisa sama denganmu—sama ahlinya denganmu.


Kamu benar-benar mirip artis. Tipuanmu sungguh luar biasa. Sudah sepantasnya kamu berada di depan kamera. Tunjukkan keahlianmu di depan sutradara. Mungkin kamu akan diberikan gelar atau semacamnya.



Bermacam genre sudah kamu lakukan. Segalanya.
Namun akhirnya, kamu lupa.
Kamu lupa siapa diri kamu.
Kar'na kamu sangat sibuk
menyusun naskah drama.


Sudahi saja!
Tidak cukupkah kamu itu kamu?
Belum cukupkah gudang itu kepenuhan dengan tanggungjawab?
Bagaimana kabar yang lainnya
yang sempat kamu tunda?


Cukup! Hentikan saja ini.
Kamu benar-benar lewati garis batas.
Aksimu itu... benar benar menjijikkan.
Rekam dahulu, maka dari itu.
Kau akan sadar jua bahwa aksimu itu menjijikkan.


Tidak cukupkah kamu itu kamu?
Kamu buat diri kamu alpa.
Kamu sendiri.
Entah berapa lagi pertanyaan
yang harus kutanggung?


Letakkanlah naskah dramamu.
Semua ada masanya.



Nanda Dega


QUESTions



Bisakah kamu di sini?
"Untuk selamanya."
Maaf, aku terlalu egois.



Bisakah kamu menjauh dari dia selama beberapa hari?
Atau beberapa bulan?
Atau bertahun-tahun?
Aku ingin bercerita lebih padamu.
Ingin viai hari-hari bersamamu lagi.
Sekali lagi maaf, aku egois.



Bisakah kamu mengurung semua orang itu?
Biar kita saja yang menggunakan taman asri ini.
Maafkan aku yang terlalu egois ini.
Aku minta..



Tiap musim, tiap hari, tiap momen.
Aku mau bersamamu lagi.
Bersamamu lagi menonton film.
Dan beberapa dari mereka
yg pernah bergabung bersama kita
—dulu.



Pulanglah..
Kerinduan ini sudah menghimpitku.
Aku benar-benar lelah..
Bisakah kamu?
Aku benar-benar...



Kemana saja aku?
Maaf. Aku benar-benar bingung.
Banyak rencana yang aku batalkan.
Maaf.



Sekali lagi, maaf.






Dengan tunduk hati—hati yang merintik



Nanda Dega


Opini



Mengingat orang-orang berkata kasar padaku di depan umum. Entah mengapa mereka membuatku mengingat era kelamku lagi. Entah mengapa pada adegan kali ini mereka menjadikanku sebagai tokoh yang tersiksa. Padahal mereka tidak membiayai segalanya. Ini sangat nyata, begitu nyatanya hingga saya ingin keluar dari drama mengerikan ini.

Dan mengapa jua hanya kulit yang kamu sekalian pandang. Padahal tiap buah punya keindahannya sendiri, baik dirasa atau pandang. Namun kamu sekalian tidak. Sebenarnya permainan apa yang sedang kita mainkan? Apa ini sebagai kejahilan untukku di hari ulang tahunku nanti? Tapi, hari jadiku masih sangat lama. Mengapa kalian begitu rajin? Rayakan saja selayaknya anak-anak—selayaknya kita rayakan dengan pemotongan kue yang dipandang dan dikelilingi oleh orang-orang yang diundang, tepuk tangan, sampai pembagian bingkisan bagi kamu sekalian yang ada dihari jadiku.

Aku tidak melarang kamu sekalian untuk memiliki pendapat. Biarlah disamping itu ada kedamaian jua. Aku yakin, tiap kamu memiliki saringan. Dan aku yakin, tiap kamu punya adab biarpun hanya berupa restan. Aku akan coba.

Termakan oleh kalimat-kalimat kamu sekalian hingga aku berada pada wilayah opini. Hingga aku harus memutuskan sesuatu agar aku tidak terlalu masuk ke dalam gentong berisi penuh opini. Opini-opini yang kadang mampu membunuh dan menghidupkan. Akan aku ambil saringan dan kujemur yang bukan sampah. Untukku kuolah kemudian agar aku bisa kenyang nantinya.



Selamat Pagi



Nanda Dega


PERLOP



HEYA!
Bagaimana kabarmu?
Kemana saja kamu selama ini?
Tahukah kamu, aku rindu.

HEYA!
Apa yang kamu lakukan di hari bebas?
Kamu tengah bebas?
Aku ingin mengajakmu..
Viai hari-hari bebas ini.

Bagaimana dengan petak umpat?
Atau.. Monopoli? Atau main air?
Atau... Bersepeda di taman kota?
Bagaimana menurutmu?
Ada saran tambahan?

Aku begitu bersemangat, kau tahu?
Hari-hari yang kutunggu,
melepas semua beban pada hati dan pikiran.
Aku ingin bebas.. sebentar.

HEYA!
Bagaimana dengan musium?
Atau... rumah kuno yang sudah dijamah tumbuh-tumbuhan merambat?
Itu pasti..... menyenangkan.
Kita akan coba masuk ke dimensi lama.
Alam awal–

Hari-hari bebas ini.. benar-benar akan kumanfaatkan sebaik mungkin.
Menjelajah hutan, berjalan-jalan di perumahan elit bersama anjing peliharaan,
berwisata kuliner, atau membantu orang-orang sekitar.
Aku berencana juga 'tuk mengajar
sambil melihat padi-padi tunduk patuh pada pasukan angin.
Itu pasti menyenangkan.

Ya, tidak akan kusia-siakan list ini.
HEYA!
Dengarlah wahai angin pantai!
Bawa aku!
Kita berkeliling bersama!
C'mon!



Nanda Dega


rintik-rintik




Apa yang kamu akankan?
Bagaimana ucapan selamat malam ditambah cium kening?
Atau elus lembut rambut keritingmu?
Mau kemana kita besok?
mmmh..?


Kesadaranpun muncul tatkala aku mendapati celana pendekku kena basah. Sudah berapa banyak air mata yang kurintikkan, aku tidak tahu. Entah apa aku harus ganti celanaku sekarang atau tidak karena aku mendapati dia sedang merintikkan air matanya tepat di atas kepalaku.


Kemarin siang aku hanya ingin bersamanya—dia yang tidak abadi.
Entah apa yang sudah merasukiku.
Mereka mengikutiku kemanapun aku pergi.
Mereka selalu berusaha mendapatkanku.


Bahkan tumbuh-tumbuhan yang tak berdosapun turut serta dalam listnya.
Anugerah inilah yang dinanti banyak orang.
Dan hal inilah yang membuatku tenang
biarpun luar dipenuhi dengan bising alam.


Sudah berapa kali kamu memukulku?
Apa salahku hingga kamu lakukan itu?
Dan sihir apa yang kamu gunakan
hingga aku jatuh cinta pada rintik-rintikmu?


Seperti bioskop, kamulah layarnya. Layar alam.
Dengan seduhan coklat panas dan selimut yang melingkar di raga,
mendapati hal yang menarik dan menenangkan.
Kamulah hal itu, sayang.
Kamu yang sudah merintikiku tadi siang.
Yang terkadang membuatku berada di dua pilihan sulit.


Berpuas denganmu,
meluaskan wilayah raga hingga aku letakkan ragaku ke bawah.
Membiarkanmu jatuh padaku bahkan pada wajahku.
Aku tidak akan tahan kar'na pukulanmu yang terus menerus.



Aku tersenyum.
Tak jarang juga aku tertawa di antaramu.



Bagi kamu yang sudah merintikiku



Nanda Dega








lope



Saya tak yakin akan itu. Perbuatan apa yang telah saya lakukan hingga hal besar terjadi? Apa ini karena doa-doa yang kunaikkan dihadapan-Nya?

Hari itu adalah hari teraneh dari semua hari yang sudah saya lalui akhir-akhir ini. Mengapa tidak? Waktu itu saya sedang berlari sekaligus membawa bekal yang saya siapkan sendiri di rumah nenek. Seperti orang melamar, begitulah saya sembari berlari menuju kebun kakek. Tiba-tiba itu mengangkatku—saat berlari—, membawaku maju sampai-sampai yang terasa hanya kesejukan dan keringanan—saya begitu ringan. Hanya... ringan.

Semuanya berlangsung begitu cepat. Bagaimana caraku menyimpan momen menakjubkan dan aneh itu?



Nanda Dega


jostle



Hanya hari Sabtu dan Minggu saja hariku. Mereka salah satu sahabat bersantaiku. Kawan-kawan mereka hanya berisikan sibuk dan kelelahan. Pada hari-hari itu pula aku mengalami kesesakan―terutama jam berangkat dan jam pulang. Mereka tidak bisa berkompromi, begitu juga saya. Tidak ada yang mampu―bukan relawan. Kesabaran, mereka bilang ada batasnya dan itu memang terbukti. Kesesakan ini membuat saya berencana 'tuk membawa kasur tidur atau berinovasi membuat ruang khusus hanya untuk saya. Jangan ada yang lain merebut dan menempatinya. Dengan fasilitas-fasilitas menyejukkan hati dan pikiran, aku siap bertatap muka dengan jejal ini.


Aku, hanya ingin pulang.



Nanda Dega


pagi buta

Pagi buta..

ya,
Kenapa?


Kenapa kau membutakanku?
Sihir apa yang kau gunakan?



Padahal tanpa wajah.




Isi hatimu itu...


Pagi buta.




Aku harap, kita lebih intim
dari sebelumnya.


Pagi buta..



Juga malam..



Juga gelap...



Juga sunyi..



Juga angkasa.




nanda dega
nokturnal