A



AaaaaaaaAAaaaaaaaaa........
Grup Akapela yang tengah memecah kesunyian dengan para penonton + keseriusannya di depan mereka.


Yang terbaik yang akan dipilih terlebih dahulu.


Bangun kayak biasa, berantakan dan penuh bau. Dunia fantasi apa yang sudah otakmu rajut tadi malam, giliran dunia nyata yang bekerja. Seperti biasanya, pergi ke kamar mandi, basuh tubuh kotormu itu dengan peralatan mandi, serta meneciskan diri agar tidak diumpat orang. Setidaknya sudah kau isi lambung kosongmu itu dengan yang mengenyangkan sebelumnya.

Seperti biasanya, kau berjalan sebentar ke lingkungan di mana transportasi hadir. Kadang, dengan pakaianmu kau jadi perhatian orang disekitarmu. Kadang kita bisa jadi seorang model, benar kan? Dia juga.

Kalau sudah sampai yang dilakukan cuma duduk diam tanpa jimat pengusir kebosanan dan kalau masih ada waktu, yang dilakukannya cuma mondar-mandir lihat-lihat tanpa tujuan pasti. Jarang banget yang bisa hibur kamu di sana.

Jalan sembari nunduk itu udah biasa. Benar-benar hal umum. Apalagi kalau ketawa, ga jelas. Orang-orang kadang sih bilang begitu, tapi bagi kamu, itu memang murni nyatanya.

Habis rutinitas itu yang kamu lakukan adalah "langsung" ke rumah. Kayak ga ada apa-apa di samping kiri kanan kamu. Kalau udah di rumah, ya.... gitu-gitu aja.



Sehabis perjalanan yang biasa itu, mulai aktivitas biasa.
Dan seusai aktivitas yang biasa itu, mulai perjalanan biasa.

"Bumi benar-benar berputar pada sumbunya"








Nanda Dega



ALARM



Hari ini Dia bangun pagi, sekitar jam 5 a.m. Dengan kaos putih yang kusut dan rambut yang terombang-ambing, ia bangkit. Setengah bangkit, kemudian bangkit sepenuhnya, melihat seekor anjing yang masih tertidur di lantai kayu dengan bulunya yang nian halus walaupun hanya dilihat.


Dia pun berjalan menuju ruang mandi, dengan handuk yang sudah ada di sana sejak malam lalu. Rambut yang tadinya terombang-ambing kini layu akibat kalah bertarung dengan sang air. Dia pun meneciskan diri dengan pakaiannya yang putih dan kasual. Pergi ke meja makan sebelum pergi ke kantor. Sudah tersiap untuknya dan anjingnya. Dengan bulunya yang halus dan berwarna kuning-kecoklatan datang menghampiri piringnya yang bertuliskan angka 8. Si 8 sudah besar dan sangat nyaman untuk dipeluk. Menggonggong dua kali sambil melihat ke arahnya setelah melahap semua makanan di piring berangka 8 berarti terima kasih. Dengan senyuman dan belaian di kepala 8 sebagai balasannya.


Jam mengatakan kalau Dia harus pergi ke kantor. Dia tak bisa memeluk erat lebih lama si 8. Si 8 tampak sedih dan takut, melihat tuannya sudah memegang kunci mobil dan tas kantornya. Dengan cepat, 8 menghalangi pintu sebelum tuannya menarik ganggang pintu. Menatap sedih, berharap tuannya tidak pergi. Tapi ia juga tidak tega meninggalkan 8 sendirian. Dengan berat hati —lagi—, ia meninggalkan 8 di dalam dan mengunci pintu. Itu dilakukannya agar 8 tidak kabur seperti yang sudah-sudah.


8 menggonggong keras dibalik jendela, memohon tuannya untuk tidak pergi. Dia menatap balik 8 dibelakang setir. Hal tersulit adalah saat mulai memutar kunci dan meninggalkan rumah.


8 terus menggonggong hingga tuannya tidak terlihat lagi. 8 menundukkan kepalanya dan menunggu kemudian di balik pintu putih, tempat di mana 8 akhir-akhir ini melarang tuannya pergi ke kantor.


Dia menelusuri jalan sekitar 1 jam dengan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya menuju kantor. Biasanya dia mengajak 8 jalan-jalan dengan mobilnya dari pagi hingga sore hari. Tidak jarang juga dia memikirkan 8 yang sedang sendiri di rumah dan akan membuatnya menunggu hingga malam —lagi—.


Berjalan ke selasar menuju tempat parkir. Dengan tas kantor yang ia genggam sambil terburu-buru. Meraih pintu mobil dan membukanya, menutupnya kemudian dan mulai memutar kunci. Dia pun tancap gas dan siap 'tuk sampai di rumah.


Dia pun sampai dan mulai membuka pintu mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya. Meraih kunci yang ada di kantong celana sebelah kiri dan memasangkannya pada pintu rumah. Nampak di situ anjing berbulu kuning-kecoklatan yang tengah menari riang sambil menggonggong. Dia pun merendah dan membiarkan 8 menjilati kedua pipinya. Dia memeluk 8, begitu juga 8, menutup mata sembari melepas rindu. Tindakannya untuk menunggu, akhirnya terbayar jua.


Semua pintu dan jendela sudah dikunci. Lampu-lampu di rumah yang tak terpakai dimatikan, hanya lampu di ruang tamu yang masih menyala. Masing-masing dengan rapi duduk di atas sofa sembari menonton acara komedi yang sering mereka tonton pada malam hari. Sesekali ruang tamu diisi dengan gelak tawa dan gonggongan, bahkan sampai menggema hampir ke seluruh sudut. Tidak lupa Dia mengusap lembut kepala 8 yang saat itu masih menonton. Gelak tawa dan gonggongan pun berlanjut.


Jam berkata, sudah saatnya 'tuk tidur. TV dan lampu dimatikan. Tuan dan rekannya pergi tidur.


Keesokan pagi, 8 berdiri menatap tuannya yang masih terbaring sembarang di atas kasur. Alarampun berbunyi membangunkan si putra tidur. 8 masih melihat tuannya. Tuannya membalas tatap kemudian, terheran-heran mengapa 8 tidak menggonggong padanya. Dia pun berjalan melewati 8 menuju ruang mandi. Kembali basuh raga di pagi hari masih dengan tujuan yang sama —bekerja—.


Tuannya berpakaian serba hitam, kecuali kemejanya yang berwarna biru muda. Dia siap berangkat, tapi 8 tidak. 8 mengikuti tuannya di depan. Sebentar ia berbalik sambil menggonggong kepada tuannya agar jangan pergi. Tapi usahanya nihil. Begitu juga untuk esok, esoknya lagi, dan besoknya lagi.


8 tak pernah berhenti menghalangi tuannya pergi. Ia hanya ingin bermain puas bersama tuannya seperti dulu, saat keduanya masih memiliki kebebasan.


Di sisi lain Dia sedih. Entah kapan ia bisa mengajak 8 bermain puas lagi. Entah sampai kapan 8 melakukan ini padanya. Entah kapan 8 menggonggong padanya lagi saat Dia masih tidur. 8 menatap lama pada tuannya, tapi sayangnya tuannya mengerti apa yang 8 inginkan. Tuannya pun merancang rencana.




Dengan lagu instrumental yang menemani keduanya di teras, keduanya sama-sama menonton langit. Waktu itu langit tengah kosong. Penduduknya tak ada yang keluar rumah. Sangat biru.


Dia mengelus 8 dari kepala hingga punggungnya, masih dalam posisi bersantai. Sesekali, angin menyejukkan keduanya, begitu juga minuman yang tersedia di samping tuannya dan di depan 8.


Keduanya kemudian memutuskan untuk pergi. Dengan Chevrolet Camaro hitam menuju taman di pusat kota. Jendela dibuka bagi 8 agar ia bisa menyapa lagi pada dunia. Tuannya hanya tersenyum melihat gelagat 8. Seusai memarkirkan mobil, 8 dan tuannya pun turun.


Mereka terlihat sangat gembira melakukan perjalanan ditemani bermain puas di taman yang nian lapang itu. Langit pun menghitam tanpa mereka sadari. Tuannya memutuskan untuk kembali ke mobil, tapi serbuan air menghalangi niatnya sehingga mereka terpaksa berteduh. Tuannya duduk di samping 8 hingga membuatnya dijilati oleh 8 kar'na kedua pipinya yang sempat kena serbuan air. Tuannya mengambil sapu tangan dari saku celananya dan mencoba mengeringkan 8.


Setelah awan nimbostratus kehabisan air, 8 dan tuannya melangkah pergi ke tempat parkir. Sesampainya di sana, tuannya mengeringkan rambut dengan handuk berukuran sedang yang sempat dibawanya, kemudian melakukannya pada 8. Kunci pun diputar tuannya dan tancap gas kemudian. Setibanya di rumah, 8 dan tuannya pergi mandi. Hujan pun datang kembali.


Dia mampir ke ruang tamu diikuti 8. Menyalakan TV dan mulai mengorek saluran tiap saluran, berharap bisa menemukan acara yang diinginkan. Sesampainya pada salah satu saluran, Dia pun meletakkan remote TV di meja kaca yang ada di depannya dan mulai mengunyah adegan demi adegan acara yang ditontonnya seperti popcorn yang sedang dilahapnya. 8 pun tak ketinggalan 'tuk mencoba popcorn dari tuannya.


Tiga jam telah berlalu. Tiga acara telah dilahapnya. Tuannya mematikan TV kemudian, dan menuju ke perapian, masih diikuti oleh 8. Jam menunjukkan pukul 8:30 p.m.


Dia menyulut api pada bongkahan kayu di perapian. Setelah itu semua lampu dimatikan —kecuali lampu teras— dan semua pintu dan jendela dikuncinya. 8 saat itu menunggu tuannya di depan perapian. Ruangan itupun akhirnya hanya disinari oleh cahaya dari perapian. Tuannya pun datang dengan selimut, kemudian menyelimuti dirinya dan 8 pada sofa di depan perapian. Dia mengelus-elus lembut 8 hingga akhirnya 8 pun terlelap. Hari itu telah dilewati oleh 8 dan tuannya bersama-sama. Beruntungnya, masih ada hari esok. Tuannya pun akhirnya tertidur, bersama, di atas sofa.


Esoknya, 8 menggonggong pada tuannya dari bawah sofa, mencoba 'tuk membangunkan tuannya yang masih terlelap. Dia pun akhirnya bangun dan melihat alaramnya menyala, mencoba 'tuk membangunkannya dari bawah sofa.




Nanda Dega



augur




"Datang padaku! Aku akan membacakannya untukmu."


Pagi buta aku diramal. Membiarkan orang itu menatap lama padaku, meraba tanganku, dan melihat masa depanku. Ga jarang juga aku minta padanya ceritakan masa laluku. Pergi dari rumah jam 1 a.m., berjalan kaki menuju karavan meriah dengan baliho yang di samping jalan masuk wilayah karavan. Karavan yang dihiasi dengan hiasan khas peramal dan lampu yang kedap-kedip nampak menyenangkan, namun disisi lain mengatakan itu sakral.


Dia terlihat... sangat merah. Cocok sekali dijadikan sebagai lampu lalu lintas. Dan permata-permata yang tertempel pada topi peramalnya, bisa dijadikan senter untukku pulang nanti.


Aku yakin, ia sempat mengintip jendela tiap jendela saat sedang menjelajahi memoriku. Sebentar, ia menatap serius padaku, lalu kembali menutup kedua matanya. Dalam karavan, hanya bola sihirnya yang bisa dijadikan lampu. Semua lampu dimatikannya, namun bola sihir miliknya masih bersinar setelah sang peramal meraba —berjarak beberapa inci dengan kedua telapak tangannya— bola sihirnya. Peramal itu menampakkan keseriusan, detik tiap detik.


Satu jam telah kami lewati. Perjalanan memori memang menyenangkan. Sebelum pergi, peramal itu memberikanku segelas penuh sirup rasa jeruk, sirup kesukaanku. Mungkin ia sempat melihatku meminum jus jeruk di arsip memoriku tadi. Aku harap, dia tidak melihat semua.


Pagi itu memang gelap, tapi tak segelap saat kudatang ke karavan. Aku kembali, berjalan menelusuri jalan yang sebelumnya telah ditelusuri, masih dengan pohon-pohon cemara di kiri dan kanan jalan raya. Sesampainya di rumah, kulepas sepatu dan kaos kaki, kurapihkan rumah, basuh tubuhku, dan kusantap biskuit rasa coklat plus susu putih kemudian.




Nanda Dega



ZONA



Pernah dengar kata cinta? Ya, tidak perlu dijelaskan. Sudah umum sekali kata ini. Dan tanpa disadari kita pun pernah melakukannya. Kata ini bak kendaraan-kendaraan yang berlalu-lalang baik di jalan raya atau tempat parkir. Terkadang juga depan rumah kalian. Baik film maupun berita tentang tragedi, hampir semua berpondasikan cinta. Dengan barang idaman yang baru kalian dapatkan pun akan kalian jaga dan menggunakannya dengan hati-hati, walaupun tidak menjamin akan melakukan itu bertahun-tahun lamanya.



Berpikir tentang bertahun-tahun lamanya, sebelumnya aku ingin membicarakan tentang studi. Kalian tahu apa itu biologi? Apa fungsi kalian mempelajari biologi? Bagaimana dengan geografi? Apa saja yang telah kalian dapatkan selama bertahun-tahun mempelajari berbagai subjek di sekolah? Bagaimana dengan perguruan tinggi? Apa kalian akan melanjutkan perjalanan studi kalian hingga yang tertinggi atau tinggal dahulu di suatu tempat di mana kalian bisa melakukan ini dan itu? Kalian memikirkan tentang pekerjaan? Pernah berpikir tuk bergabung di kawasan pabrik? Sudah seberapa yakin apa yang kalian pilih itu adalah baik untuk kalian? Bagaimana untuk orang lain? Memusingkankah jika kalian dihadapkan dengan berbagai tipe pertanyaan setiap hari dan yang harus dan wajib kalian lakukan adalah mencari jawaban atas semua pertanyaan? Berpikir bahwa kita tidak lepas dari apa yang orang lain sebut dengan pertanyaan. Bahkan temanmu saja tidak.




Apa saja yang kau ketahui mengenai hewan zebra? Sudah semua diketahui? Bagaimana dengan bagian alam yang lainnya?
Semuanya sudah dikuasai?


Pada awal masuk sekolah, apa yang akan kalian lakukan? Jika tidak ada yang kalian kenal, aku jamin tidak ada tindakan apa-apa. Sama saat seekor satwa harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. Tapi bukan berarti aku menyamakan kalian dengan satwa.



Yakin kalian sudah memasuki wilayah orang lain terlebih teman-teman sebaya? Diam adalah senjata sementara. Jika semua berubah kalian akan kembali normal nantinya. Atau mungkin tidak semua.



Supaya terjawab, kucoba melakukan percobaan. Kuusahakan agar aku sendiri pun tidak mengalami ambigu. Berulang-ulang berada di wilayah kegagalan dan entah mengapa wilayah ini terlihat begitu lapang. Mereka hanya mengomentari, kar'na mereka tidak berada satu wilayah saat itu.


Juga kebun binatang yang kukunjungi beberapa tahun lalu ketika aku berusia satuan.



Tiap sudut kuberikan dekorasi agar menarik perhatian orang-orang. Kukelompokkan dan kuberi genre agar orang-orang tidak kebingungan dan pergi begitu saja tanpa melihat-lihat. Tempatnya cukup untuk menampung berbagai judul beserta kasir dan jalur lalu lalang. Ditambah vending machine berisi bermacam-macam minuman dan air conditioner bisa membuat mereka yang datang menjadi nyaman. Usaha yang bagus. Mungkin akan kutambahkan sesuatu, tapi tidak sekarang.


Berhubung aku sedang jatuh cinta, kenapa tidak kita membahas tentang cinta saja? Mengingat berapa kali aku mencium pipinya yang mirip trampolin itu dan hembusan napas yang sejuk menambah rasa sayang baginya. Tapi sampai situ saja. Aku takut yang membaca blog-ku bukan hanya kalangan remaja dan orang tua. Bagaimana jika kita membahas tentang alam saja? Misalnya laut. Saya benar-benar merasa tenang berada di sana -terutama jika tidak ada orang lain kecuali saya-. Kalian tahu, duduk menunggu hingga celana pendekku basah di area maju mundur air laut hingga matahari turun beristirahat, membuat zonaku hampir gelap sepenuhnya. Itu pun kar'na ada bintang dan bulan yang tengah mengadakan konser di angkasa. Dan bara api, tentu saja.


Dengar kata api, biasanya digunakan pada saat kamping. Kau tahu, gunakan itu pada malam hari di mana kau dan rekan-rekan perkemahanmu mengelilingi api unggun sambil menceritakan cerita seram atau menyanyikan lagu-lagu yang menyenangkan. Bisa juga yang menyedihkan, itu pun jika kalian tidak mengantuk saat lagu tengah dinyanyikan. Buat itu agar kau tidak diselimuti oleh zona malam sepenuhnya ditambah suasana luar yang tidak bisa diprediksi.


Saat sesuatu yang tidak bisa diprediksi menghantuimu, apa yang 'kan kaulakukan? Perlukah khawatir, aku rasa tidak. Semua orang juga tahu itu.


Tahu sama tahu, kalau hewan amfibi hidup di dua alam. Tahu sama tahu, kalau gajah bisa melakukan atraksi di atas panggung. Tahu sama tahu, kalau ulat itu bukan cuma satu warna. Tahu sama tahu, kalau warna darah serangga adalah hijau. Tahu sama tahu, bahwa teknologi semakin lama semakin meninggi gagah. Tahu sama tahu, bahwa masa kecilmu adalah ringkas. Tahu sama tahu, kalau kami pernah membuang sia-sia pohon. Dan tahu sama tahu, bahwa kalian pun memiliki kemerdekaan.


Memerdekakan diri saat guru sedang menerangkan pelajaran, begitu juga saat upacara berlangsung. Era di mana kaki-kaki kecilmu yang aktif dipaksa untuk tenang beberapa puluh menit ke depan.


Menenangkan diri di dalam kamar untuk beberapa jam ke depan sembari memikirkan hal-hal yang sudah bahkan belum pernah terpikir di dunia nyata. Mengeja awalnya lalu menjadi kata-kata dan kemudian menjadi kalimat dengan posisi tenangmu di atas kasur. Entah apa yang akan menyerangmu saat kau tengah asyik ber-aso di atas kasur empukmu.


Bermimpi kau berada di kawasan itu, dominasi satwa sering dan jarang yang lalu lalang di kanan, kiri, depan, dan belakangmu buatmu bertanya-tanya mengapa dan di mana serta apa yang terjadi. Perlukah kubuatkan film? Di dalam mimpi kau bisa melakukan segalanya tapi tidak selalu kau bisa keluar sebagai seorang pemenang. Kadang hal buruk membuatmu bangun, melihat sekitar sejenak dan menghembuskan napas panjang kemudian tanda kelegaan. Berdirilah kau jika kuat. Memandang ke luar jendela tanda kerinduanmu buat lingkungan luar. Melihat-lihat apa saja yang telah kau lewatkan selama kau beristirahat dan berlindung di dalam rumah. Mengingat-ngingat film apa yang kau tonton tadi, sudah ke mana saja kau pergi, berapa lama kau di suatu tempat, apa saja yang kau dapat di sekolah, dan lainnya.





"kata orang itu belum tentu katamu. jangan hanya mengandalkan telingamu. keluarlah, sebab bebasmu bukan cuma di dalam kondominium kecilmu."



Nanda Dega






ssstt.. Aku menemukan s
epucuk kertas hitam belang putih dengan kalimat-kalimat dan perataan yang aneh di atas sofa setelah aku bangun, yang isinya:
_________________________________________________________________________

Aku menawan. Terkadang anggun juga terkadang gagah.
Tidak jarang juga aku tak tahan dengan hal yang menakutkan.
Aku bisa mencapai tempat, di manapun dengan cepat.
Kadang, pelupa ada sebagai tandaku.
Tidak jarang jua aku tunjukkan kegagahanku di depan teman-temanku.
Terus aku berlari kar'na itu salah satu keahlianku.
Dan jika aku berjalan di lantai, orang-orang akan tahu.

...



Oleh:


PS: Tolong kembalikan kertas ini ke alamat: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

____________________________________________________________________



yang terlahir



Bagi mereka, yang telah menjalin hubungan sekian lamanya dengan dia yang mereka cintai dan mereka rawat. Selama beberapa hari, bulan, bahkan tahun, menunggu kau datang, hadir dan tumbuh di dunia di mana aku berada. Bersama-sama menciptakan memori yang takkan terlupa, saling mencintai dan memperhatikan. Mengakui, merawat adalah perkara nan tak mudah, tapi aku tetap pada pendirianku, yaitu untuk menjaga dan mencintaimu.


Menggenggam lembut tangan mungilmu yang mahir berubah haluan, tanpa memaksa dan merusak. Melihat kecantikan yang kau tunjukkan, kumengaguminya. Nampak nian pipi meronamu yang menggemaskan, warna cerah yang kau pancarkan, serta keanggunanmu yang melebihi apapun. Mataku diselimuti oleh pemandangan terindah yang pernah kulihat.


Sebentar kuambil potret kita berdua, agar memori ini tidak rusak dan usang nantinya. Mengaguminya sekali lagi sebelum aku membiarkanmu untuk beristirahat, membiarkan kecantikanmu tumbuh dan berkembang agar kau semakin tenar nantinya.


Aku pun kembali ke kasurku dan mulai menutup mata, namun masih terpikir olehku akan kau. Tak sabar akan pertemuan hari esok, mengisi detik-menit-jamku denganmu.


Sungguh pun aku mencintai dan merawatmu, menjagamu dari gangguan-gangguan ini dan itu. Sebangunnya daku, juga hasratku padamu. Kembali kita bersama, mengisi tiap detiknya dengan senang dan keringat. Aku tidak apa-apa. Sungguh. Aku ingin masamu adalah keriaan. Tapi, bukan berarti aku melarangmu untuk ke luar sana. TIDAK. Merdekalah kamu untuk isikan dengan memori dan berbagai pengetahuan supaya kamu tidak menyesal dan bersedih seperti aku.


Mainkan permainanmu, jangan pandang aku. Belajarlah di sana, kembangkanlah talenta yang ada padamu. Sayangku, aku tak bisa menjanjikan sesuatu padamu, yang ingin kulakukan adalah berusaha serta merawat dan mencintaimu. Aku tidak ingin kau terlalu percaya pada sesamamu. Mereka bisa menjatuhkanmu. Biar kita lewati sama-sama.


Sekali lagi, aku ambil potret kita di mana kau sudah tumbuh dari masa kecilmu. Aku semakin takut melihatmu tumbuh dan berkembang, tapi aku juga senang dengan apa yang terjadi.


Saat di mana kau akan berguna bagi siapapun dan apapun. Saat di mana kau mulai menerangi bumi ini dengan warnamu. Saat di mana kau mulai beraksi untuk kau mempertahankan diri sendirian.



"Pilihan bukan lagi ada padaku, tapi padamu"



Melihat kau yang sudah dewasa dan mampu untuk menguasai dirimu. Melihat tanganmu yang tidak lagi kecil bagiku. Melihat pipimu yang tidak lagi merona di mataku. Melihat bahwa semuanya berubah dan aku harus menerimanya. Kau bukan lagi bayi kecilku. Bukan lagi yang menangis bila jatuh atau mengalami perkara sulit. Bukan lagi yang kuangkat di atas kedua bahuku.



.......
.......


tiap tahun tidak hanya membuat orang lain mengetahui perubahan yang terjadi padamu, tapi juga pertambahan umurmu. tiap tahun dan tiap tahunnya...


Saat di mana aku lihat kau melompat kegirangan dan berhasil. Saat di mana aku lihat goyanganmu yang semakin sejuk saat melihatnya. Adalah saat di mana, semua yang terlahir memainkan perannya masing-masing.










Nanda Dega



X


Jelajahi taman nan bersih dan elok memang menyenangkan, apalagi pada malam hari. Kau tahu, dengan begitu kau bisa melepas semua yang membebanimu di sana, hitung-hitung refreshing. Apalagi kalau dilakukan di tempat yang mana orang-orang yang kau kenal tidak ada di sana, pasti lebih menyenangkan. Saya harap saya bisa melakukan itu secara nyata. Kau tahu, itu hanya bisa dilakukan dalam pikiran, tidak lebih. Sungguh tragis bukan? Memang terkadang aku tipe yang tidak ingin terlihat oleh orang banyak. Aku memiliki masalah dalam urusan koneksi dan yang terburuk adalah dengan mereka yang ada di luar sana. Tapi tenang, aku tidak akan membuat kalian membaca rentetan kisah hidupku yang membosankan saat aku mendapat liburan panjangku.

Berawal dari celaka yang dialami keluarga Paman yang saat itu sedang menuju ke rumah saudaranya. Semuanya berubah dan tidak bisa diganggu-gugat. Telah terpublikasi perkara-perkara darinya yang menimbulkan rasa kasihan pada tetangganya. Setiap hari tidak pernah keluarga Paman tidak kedatangan tamu yang berniat untuk menolong melakukan pekerjaan rumahnya. Itu sangat berharga baginya dan keluarganya. Mereka terlihat senang walaupun kesakitan dan luka masih menyelimuti beberapa bagian raga mereka. Seakan-akan telah diberi kekuatan super sehingga semakin lama tekad pun semakin meluap, sampai-sampai saat mereka beranjak dari tempat tidur dan mulai berjalan, mereka semua melupakan apa itu rasa sakit.

Bukan orang yang gampang meninggalkan jejak bibir pada pipi yang lain. Tidak sama saat melihat adikku mencium pipi kedua orang tua kami sebelum menaiki bis sekolahnya. Atau saat kuberjalan di pekarangan rumah orang, melihat sepasang suami istri saling mencium masing-masing kedua pipi, meninggalkan jejak kenangan sebelum berpisah menuju lahan kerjanya masing-masing.


Begitu tertarik dengan sesuatu yang belum diketahui. Ini seperti di novel misteri atau horor. Melihat tanda itu, telah tertebak apa yang harus dilakukan. Mencari jawaban. Entah langkah apa yang harus kugunakan, agar perkara-perkara ini dan perkara-perkara itu dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Mencari, nomor satu. Mulai memprioritaskan hal, beruntun agar selamat dan sampai tujuan.

Mulai membuka buku sejarah yang kuambil dari lokerku. Membaca perlahan-lahan, agar aku bisa masuk kembali ke dalamnya, seperti mesin waktu. Memarkirkan kembali ke tempat lalu, rasakan alirannya. Gerimis dan angin dingin serta sengatan sinar matahari yang bekerja sama menghambat tur saya, melewati waktu yang seharusnya bukan. Membuat saya menunggu agar reda dan baju serta tas dan isinya tidak basah atau basah kuyup.

Si kulit bundar yang jago menggelinding, memantul pun. Anak gunung yang eksis dan bukan sering hijau, cokelat pun. Lain mungkin. Ringkas dan praktis dalam tulisan, bagi yang membaca supaya sebentar saja. Merias kanvas berasaskan imajinasi, begitu pun tulisan dan narasi. Pembicaraan 2 orang dan si penguping di sudut. Menyusun rancangan kegiatan dibalik pintu kamar, serasi dengan petak umpat dan bukan mengumpat. Perkara yang hadir di tiap harinya, tambah kuat lagi dan lagi. Hewan air dibekuk, bebas nan melayang. Lokasi demi lokasi seperti rit. Kotak demi kotak ala TTS.

Panel surya yang kupasang dekat rumah, tumbuh-tumbuhan menari gemulai serta dedaunan yang meranggas. Melangkah di jalurnya, tertutup oleh benda kering itu. Yang tumbang halangi jalan atau halangi musibah tak diundang? Jurang kecil di sisi jalan, nampak sungai kecil bersih mengalir sunyi. Lanjut melangkah hingga berhadapan dengan gua hitam yang sepi. Tumbuhan merambat sembarang, didominasi hijau.

Tiba pada karavan ditepi kota. Tinggal seorang saja, wanita dan dandanan ala peramal. Hiasan dan ornamen ala peramal di mana-mana. Disuguhkan secangkir jus jeruk, buat nyaman di sana. Seperti tahu yang saya suka. Meja bundar lengkap dengan kursi dengan pusatnya, bola sihir. Yang dinantikan, keajaiban bola sihir. Tunjukkan masa yang diinginkan yang sayangnya hanya dia yang mampu membaca. Informasi sudah didapat, namun tingkat keyakinan masih rendah. Kukeluar dari karavan kemudian diiringi ucapan, "terima kasih atas kunjungannya".

Ketik demi ketik di meja belajar, mengingat waktu yang terbatas. Kumpulan tema dan gagasan yang diperoleh, berterima kasih pada Tuhan. Membantu ciptakan karya sekaligus menyuguhkan pelanggan. Hingga larut masih bertenaga. Cuci muka sejenak serta isi lambung dengan yang sehat. Suguhi dengan musik agar makin bertenaga. Bayang-bayang mulai nampak, keinginan atau pun ketidakinginan. Titik demi titik, koma demi koma, dan judul demi judul. Periksa, lalu temukan kesalahan. Entah apa yang harus digunakan. Cari dan temukan.

Bertautan dengan tautan, kar'na saat ini memang. Membidik anak panah menuju yang diinginkan, usaha menyenangkan namun gagal pada pertengahan. Sempat berpikir mengangkat tangan tapi coba lagi. Usaha untuk menghibur, malah ejekan dan wajah sinis yang didapat. Sempatkan ego cari cara di manapun. Dapatkan yang dipikir bekerja namun belum yakin sepenuhnya. Entah respon apa selanjutnya yang kudapat nanti.









Nanda Dega




"Apa saja yang sudah kau ketahui?"