day

Hai, semuanya!
Dengan kekuatan lemas yang masih melekat dengan saya, setelah saya bangun tidur.
Yang sebelumnya dijerat oleh sederet mimpi. Mimpi-mimpi ANEH. Bisa juga dibilang unik, kalau kau setuju denganku.
Aku bisa saja dimakannya hingga malam nanti, tapi Tuhan mengizinkan itu hanya sampai sore ini saja.
Tapi entah mengapa, aku selalu curious akan kelanjutan ceritanya.
Dan ga selamanya mimpi-mimpi itu berakhir sepenuhnya.
Ya. Aku masih penasaran.
Namun, jika saya kembali tidur yang ada malah saya yang akan ciptakan mimpi itu.
Itu tidak Alamiah.
Tapi, apakah benar tindakan saya?
Apa perlu, saya lanjutkan mimpi itu dibarengi kenyataan yang saya pun tidak tahu apakah itu perlu dan bermakna di dalam kehidupan saya atau tidak.
Mereka hampir membuatku tenggelam lebih dalam lagi.

Dan tidak selamanya mimpi-mimpi yang saya alami adalah baru. Terkadang, ada adegan atau keseluruhan mimpi yang muncul kembali di masa sekarang —masa depan—.


Déjà vu.


Dan jelas sekali bahwa segerombol mimpi yang lain telah menunggu di ambang pintu untuk datang padaku, menghantuiku sekali lagi, seterusnya, bahkan hingga selamanya.
Entah kapan mimpi yang indah dan mudah kumengerti mendapat gilirannya.

Film gratis, dan aku tidak perlu memberikan uangku untuk menikmatinya.
Benar-benar gratis,
dan sembarang.


-------

Berada di loteng yang temboknya terbuat dari kayu.
Kayu yang warnanya coklat pekat, dengan tirai putih yang menari lembut tatkala bayu datang berkunjung.
Aku mengurung diri dibalik pintu yang ada di dalam, berharap orang-orang tidak menemukanku.
Namun....


Lahan parkir semakin lama semakin merendah, hanya sisi satunya, sisi yang berujung pada lautan biru dan bersih.
Hampir membawa mobil-mobil masuk ke dalam tubuh yang biru dan bersih itu.
Batu karang hitam ada di sisi itu siap memberi tanda pada mobil-mobil yang tujuan akhirnya saat itu adalah tubuh biru dan bersih tersebut.
Kepiting-kepiting dan ikan-ikan nampak juga di sana.


Berjalan menelusuri jalan beraspal, jalan sempit yang hanya bisa dilalui satu mobil, dihimpit oleh semak-semak subur dan tinggi di sepanjang jalan.
Entah akan berakhir di mana jalan itu. Jalan yang belum pernah dilalui, namun pernah merasakan.
Situasi terasa aneh sekaligus familiar.


Berlari-lari bersama teman-teman —bercampur dengan teman SD— menuruni tangga.
Tangga beraspal umum yang ada di sana, bukan mengambil langkah layaknya seorang wanita yang sedang menuruni tangga dengan sepatu haknya.
Tiba di hutan malamnya, dengan dedaunan kering sebagai penghias jalan.
Melihat dia diajak untuk pulang tapi tanpaku.
Namun aku senang melihatnya kembali padaku dengan sepeda mungilnya.



—Tidak dapat diprediksi—


Sedikit dari sekian banyak.
Dan bukan hanya gelap hari, tapi terang hari juga turut serta.




Nanda Dega


celah



Aku ingat ketika... kau menggendongku.

Itu sudah sangat lama, bagiku. Menatap diriku, berhadapan dengan cermin dan diriku yang satunya lagi, mendapatkan pandangan yang sedih dan tersiksa serta kepala yang menengadah ke bawah. Melakukan ini di tempat yang tersembunyi, bahkan dirimu. Aku tidak ingin menambah beban bagimu —lagi—. Tetapi, andaikan kau tahu yang diriku yang lain katakan dan inginkan...

Terus aku mencoba untuk membujuk, melakukan hal-hal yang pernah kita lalui bersama. Betapa gatalnya punggungku, membutuhkan garukan unik darimu. Atau membedakinya.


Aku ingat ketika... kita menatap lewat celah dedaunan.

Itu sudah sangat lama, bagiku. Ketika kita sedang asyik berlari, mengejar satu sama lain, bermain di taman hijau yang sunyi, serta ditemani oleh sinar matahari. Hari itu begitu terik hingga aku harus keluar masuk rumah untuk mengambilkanku dan dirimu minuman segar.

Sesaat aku berlari, menghindar dari tangkapanmu. Karena jika aku tertangkap, aku akan kalah dalam permainan. Berlari melewati pohon satu ke pohon yang lainnya, sekaligus berlindung dari teriknya sinar matahari. Masih bertahan dalam permainan, sampai akhirnya kau menangkapku, menghimpit lembut kedua lenganku dengan tanganmu, dipisahkan oleh dedaunan dari ranting yang merendah. Di saat itu kita bertatapan lewat celah-celah dedaunan sambil tertawa.


Aku ingat ketika... kau memukul bokongku.

Diberi kesempatan tuk mengingat kejadian-kejadian yang seperti itu, mengingatkanku kembali akan kesalahan-kesalahan yang membuatmu lelah, membuatmu membantuku untuk menjadi yang terbaik di masa depan, mengarahkanku pada jalan yang benar serta menuntunku. Tak jera bagimu melakukan semua itu. Dan Tuhan membiarkan semua itu terjadi pada kita.

Aku berdoa terus pada Tuhan, agar keluarga ini diberkati.


Dan aku ingat ketika... kau mencium kedua pipiku di depan umum, memamerkan senyumanmu setelah membekaskan kedua pipiku dengan bibirmu.
Hari itu...
Masa-masa itu..
dan lainnya.


Tapi mau bagaimana lagi. Aku tidak mungkin membiarkanmu menggendong tubuh anak yang sudah besar ini kan, Bu?






Nanda Dega



karnaval



Mengungkit masa-masa di mana kita pernah bertarung kecil-kecilan. Kau membiarkanku menang pada awalnya. Ingin membuktikan bahwa aku jago. Kita bersenang-senang lewat pertarungan kita, pertarungan kecil-kecilan. Kau memukulku begitu pelan. Begitu hebatnya kau menjaga permainan ini tetap berlangsung. Tertawa pun menghiasi arena.


Aku teringat ketika kau mengajariku memanjat pohon mangga. Mempraktikkannya untukku, di mana suatu saat aku akan memanjat untuk mengambil buah mangga pertamaku. Semakin lama, aku semakin handal, menaklukkan semua pohon yang ada di halaman rumah. Melihat senyummu, senyum lebarmu ketika aku bisa sepertimu, melangkah lebih depan dibanding orang-orang yang ada disekitarku.

Tiada hentinya kau mengajariku dengan hal-hal yang pernah kau coba. Ilmumu terlalu banyak bagiku. Mungkin suatu saat kepalaku akan kepenuhan dengan pengetahuan-pengetahuan ini. Kau membekaliku terlalu banyak, dan aku bersyukur atas kebaikan Tuhan.


Kau hampir selalu menyempatkan dirimu tuk bermain dan berbincang bersama. Aku mewajarinya.


Kau memberikan kami tiket masuk karnaval saat itu. Aku ingat.

Mengingat di mana sebelum hari kita pergi, kita pergi bersama ke supermall untuk keperluan perut kita nanti. Begitu banyak makanan yang menggodaku saat itu. Kau membiarkanku memilikinya.

Mengingat kau mengangkatku tinggi hingga kepalaku hampir menghantam dahan pohon yang di sana. Tapi kemudian aku tersenyum.

Aku ingat ketika kau melambaikan tanganmu padaku, menunjukkan padaku tempat kita setelah aku membelikanku dan dirimu berondong jagung asin dan permen kapas berwarna hijau. Kita mengisi perut dengan makanan yang sama. Sesaat kau tersenyum kagum, kemudian melahap berondong jagung asin hingga yang lainnya berjatuhan.


-Karnaval itu begitu berwarna-



Kami dikejutkan dengan pakaian-pakaian yang penuh warna dan berkelap-kelip. Cocok untuk dijadikan hiasan pada mobil-mobil yang ada di lahan parkir sana.

Menatapi karnaval sembari mengisi perut, sembari menyusun rencana-rencana yang akan kulakukan bersama Ayah.
Dia begitu gembira akan kemeriahan dan karnaval yang berwarna itu. Aku bisa melihat dirinya yang begitu fokus dan tidak bisa diganggu.





"Sini, naik ke punggung Ayah. Pasti mereka menghimpitmu, tadi."



Nanda Dega



cepat lah, abang angkot.... aku sudah lelah



"tumben-tumbenan nih bocah."

haha.. iya.
mau cerita sedikit soal malem tadi.
ga jauh-jauh dari abang angkot dan partnernya, angkot.


Sore tadi saya untuk pertama kalinya menjalani KP atau Kuliah Pengganti untuk mata kuliah Advertising.
Jarang-jarang kuliah pulang malem. Gua memang agak bersemangat. *tadinya*


Awal masuk kampus biasa-biasa aja. Normal.
Kalau masih ada waktu, gua pergi ke perpustakaan kampus buat numpang baca novel.
Ngelanjutin baca yang kemaren. Judulnya Trio Detektif: Ayam Goreng Beracun.
Gua suka lupa soal lanjutin baca novel besoknya. Tunggu ada "waktu luang" dulu baru terlaksana.
Itu pun ga tau kapan.


NAH!
setelah itu gua buka tas dan mulai menggenggam novel beserta gadget.
Mumpung dapet Wi-Fi gratiss. :/
Awalnya gua cek LINE. Koversasi macam apa yang tengah menghiasi LINE gua saat itu.
Setelah semua, gua buka novel, cari halaman terakhir yang gua baca, habis itu baca.


Berlama-lama duduk dalam perpustakaan dengan tulisan-tulisan di novel yang harus dibaca, demi menghilangkan rasa penasaran akan kelanjutan cerita.
Akhirnya kelas pengganti akan dimulai.
Padahal saya hampir selesaikan membaca.


Gua beres-beres, cek barang-barang, lalu tuju ke kelas pengganti.
Jarak perpustakaan dengan kelas yang dipakai sore tadi cukup jauh.
Jadi, sempetin diri buat ngebolang.


Gua cari-cari, akhirnya ketemu jua.


Segera gua masuk kelas dan mendapati dosen Advertising telah tiba.
Untungnya ga telat-telat amat. *alesan!*


Untuk kesempatan tadi, gua diperlihatkan macam-macam iklan layanan masyarakat.
Begitu kreatif dan unik.
Tapi sayangnya ga sampai akhir pelajaran.
Setelah itu, kami dipersilahkan untuk istirahat.
Dan setelahnya, merevisi iklan yang sudah direvisi berkali-kali.
Tapi untungnya, revisi kali ini semakin sedikit.


*Mungkin sedang lelah*


Waktu terus berjalan, hingga kami sampai dipenghujung kelas pengganti.


Sesaat gua bingung mau ngapain habis itu.
Tapi akhirnya gua putuskan untuk pulang.


Perjalanan pun dimulai.


Untuk sampai ke rumah, gua harus naik-sambung angkot.
untuk angkot pertama, semua biasa-biasa saja. Masih normal.
Tapi keadaan berubah saat gua sambung angkot kedua.


Gua mulai ngantuk
Gua mulai curiga
Gua mulai bertarung dengan alam bawah sadar
Gua mulai berusaha lawan kantuk
Gua mulai...


argh! Kejadian lagi.
Mungkin memang dikarenakan 5L.
tapi.. ugh.


Saat gua sadar kalau gua mulai ngantuk, gua coba kedip-kedipin mata.
Gua coba membuka mata lebar-lebar.
Gua coba lawan.
Tapi hasilnya?


ya, ada hasilnya.
Hasilnya adalah gua buat seorang bapak yang habis pulang kerja, ga nyaman.
Perlawanan semakin sengit, tapi akhirnya gua kalah.
Awalnya tangan kiri gua melemas. Dia mendarat di punggung si bapak.
Tapi saat itu juga gua sadar dan gua tarik tangan gua.


Mata gua kembali tertutup. Tangan kiri gua kembali melemas.
Alhasil, dia kembali mendarat di punggung sang bapak.
Dan seketika itu juga gua kembali menarik tangan gua.


Mata gua kembali tertutup. Tapi kini yang melemas adalah badan gua.
Dan alhasil, kepala gua mendarat di punggung sang bapak. Beruntungnya gua langsung sadar.
Udah berapa kali entah gua mendarat di punggung si bapak.
Gua sedikit panik. Tapi akhirnya gua senderan dipojokan.
Gua pun masuk ke alam bawah sadar.


* * *
tik.. tok.. tik.. tok..
* * *


Gua bangun kemudian.
Setelah enak-enakan tidur dipojok angkot, gua cek sang bapak di samping gua.


Bangkunya kosong..


Tapi tenang aje. Beliau cuma pindah tempat. Jadi di seberang, beliau.
Bangun-bangun udah malu saya.
Malu hampir bikin anak orang jadi kasur tidur.


huffthh..


Setelah semua itu, gua pun bangkit.
Bangkit dari kantuk.
Dan untungnya, gua ga kebawa jauh sama abang angkot.
Untungnya malam tadi gua bangun jauh sebelum tempat gua biasa turun dari angkot kedua.


Terlebih lagi, gua bisa menjauh dari si bapak untuk waktu yang cuuukup lama. *semoga*.



PS: Pastikan diri anda tidak mengantuk sebelum memulai perjalanan, terutama bersama abang angkot dan rekan kerjanya, "angkot". Banyaklah berdoa dan bangunlah iman setinggi-tingginya, agar perjalanan anda nyaman dan aman sampai ke tujuan.


Salam,


Nanda Dega

_________________________________________________________________________________

Pemberitahuan
Saya berencana merilis album, hanya saja ini pos. Sebelumnya saya akan merilis single post yang beberapa di antaranya disertakan instrumental. Saya harap, para pembaca menikmati rilisan saya. Saya beri kebebasan bagi pembaca untuk memberi ide-ide seperti judul, tema, dan sebagainya, mengajukan pada saya sebagai tantangan. Para pembaca bisa melakukannya via Twitter, Facebook, E-mail, dan kontak lainnya. Terima kasih sudah berkunjung.

Salam hangat,


Nanda Dega

B



Berbahagia sebelumnya kar'na lelucon seseorang di selasar rumah sakit, bukan berarti sebelumnya tak bersedih. Masih menunggu kepastian..


Mengapa demikian? Kar'na mereka ingin buat mereka -yang lain- yang tak terpilih lebih baik dan maju lagi.


Dikarenakan tak ada hal lain yang bisa dikerjakan. Bahkan hiburan pun seperti barang mahal yang hanya bisa dibeli oleh orang-orang tertentu. Dan kamu pasti tak mau berurusan dengan bau badan, apalagi orang lain punya. Maka dari itu, cobalah 'tuk mengerti keadaan.


Rencana sebelumnya, berpakaian necis dan modis, agar orang-orang kagum padamu. Kadang kamu pun yang pendiam dan penyendiri ingin orang-orang memandang kagum padamu. Orang-orang tidak ada yang tahu tujuan tersembunyimu.


ssssttttt.....


Bak yang aku bilang, "hiburan seperti barang mahal...", ditambah orang-orang yang ada di dalam tidak memerhatikanmu dan hanya menyibukkan diri mereka dengan barang-barang kepunyaan. Mereka (SANGAT) kadang melakukan hal-hal yang membuat mereka kontak langsung dengan lawan main dan bicara. Tidak hanya cover, isi dunia pun ikut berubah.


Dan pada akhirnya, kamu pun pulang. Kamu tak bisa berharap kar'na mereka manusia. Melihat mereka yang masih aktif menggerakkan jemari di sisi handphone mereka yang padahal mereka tengah berjalan di jalan terbuka. Tidak ada gunanya kamu melihat kanan kiri kamu. Lebih baik menunduk saja.


Mereka tak melihat dibalik gelak tawamu yang meledak-ledak ada duri-duri kecil yang masih menusuk perih diri kamu. Kamu terlalu memendam dan menyendiri. Sadar itu tak baik tapi masih jadi rutinitas kamu. Aku harap kamu diberkati.






Nanda Dega


_________________________________________________________________________________

Aku mau menunjukkan ke kalian seperti apa rasanya di balik A.
_________________________________________________________________________________

Bartender



Perhatianmu padaku tatkala aku tatap kamu di depan pintu masuk.
Kemahiranmu menyapu bersih gelas-gelas dengan kain putih bersih milikmu.


Beraninya kau membaca umurku tatkala aku sampai di tempat yang menghadap kamu. Pijakkan dan lebarkan kedua tanganmu, seolah-olah kau ingin memalakku. Bertanya kemudian, dengan keseriusanmu apa yang hendak aku pesan. Kau beraninya menawarkanku minuman itu, menyertakan kelebihan serta sejarahnya, hingga aku dengan pasti dan senang memilih minuman yang kau tawarkan. Melihat botol demi botol tatkala pramutama itu sedang mencari minuman yang aku pesan. Kulihat sekeliling, hanya sepi dan artistik yang hadir.


Kubalikkan pandanganku, putar 180 derajat, melihat pemandangan jalan raya yang basah dan jarang dilalui. Lampu-lampu pada toko-toko diseberang mulai berkurang kekuatannya, tak sama tatkala aku pertama kali lewati jalan itu.


Kau sudah meletakkan pesananku di belakang, mendengar suara gelas yang berisi, menduduki meja panjang yang memisahkanku dengan sang pramutama. Lagi-lagi kau berani bertanya padaku, dan lagi-lagi aku meresponi. Terlalu banyak pengalaman bercerita denganmu membuatku menempelkan stiker bertuliskan "pendengar yang baik" padamu.Tidak jarang jua kami saling menghibur dan berkisah di tengah sepi dan artistik.


Semakin lama kau semakin hafal apa yang akan aku pesan, padahal terlalu jarang aku tiba. Mengingat di mana seseorang pernah memintamu berfoto bersama, namun kau menolak kar'na sibuk tidak memperbolehkan.


Setelahnya, disebabkan hasratku pada rumah adalah besar, aku putuskan untuk pulang sekaligus mengistirahatkan ego. Kuperiksa kembali barang-barangku dan meletakkan sejumlah tip di samping gelas bekasku sebelum aku melangkah ke jalan basah yang di luar sana.




Nanda Dega