Moment to Monument

Berfikir dan menatap layar. Lewat jendela nan besar kututup mata dan kubayangkan masa-masa yang telah kulewati, merajut hal yang telah kukumpulkan di waktu lalu.

Saat ada bagian yang hambar mulai kupikir kembali lagi dan lagi. Terus kuingat dan kuingat akan hal yang ada pada bagian itu. Tapi pada akhirnya aku pun mengaku kalah kar'na banyaknya memori yang hinggap. Dengan senyuman manis dan rasa sesal kar'na tak bisa tercapai hal itu. Terus kulakukan di depan kaca besar dan cahaya yang menerobos ini. Layaknya layar kaca, aku pun penontonnya, 'Menikmati yang kutonton'.

Angin sekonyong-konyong lari menujuku. Angin yang tak tahu sopan santun, namun memberi manfaat bagiku. Menyegarkan, menyejukkan. Kembali kuciptakan lengkungan senyum di bibir ini. Dan tak sengaja memori yang dulu, memori yang lain muncul dalam benakku. Sambil menatap langit, merajut kembali.

Lain sebagainya telah kulakukan di masa itu. Sampai sekarang pun aku dapat, hanya saja waktu telah berubah. Segalanya berubah, berbeda.

Kuambil secangkir teh hangat yang telah kubuat sebelumnya. Mulai kuminum air manis kecoklatan ini, tahap demi tahap. "Slurrpp..", begitulah bunyinya. Hingga kuteringat saat-saat di mana aku pernah sakit dan kedua orang tuaku yang mengurusku. Dengan bantuan dan hiburan dari saudara-saudara kandungku pun. Di saat itulah air mata mulai jatuh meluncuri pipi. Degup jantung mulai tak beraturan. Kupajang senyum kemudian sambil menahan rasa rindu yang mendalam. Lebih dalam dari laut yang kedalamannya 15 juta meter menurutku. Hingga kutertawa kar'na opiniku yang berlebihan.

Kuhabiskan dan kuletakkan cangkir putih nan kecil ini pada meja itu. Berjalan dengan pelannya langkah, kucapai dan kembali kemudian. Benang memori kembali kurajut.

Mereka. "Apa yang kulalui bersama mereka?", tanyaku. "Oh, iya. Ada!", seruku. Mulai kuterpaku diam sambil mengingat-ingat. Teringat dari sekian banyaknya ingatan mengenai mereka sampai kusebut apa saja itu.

Begitu banyaknya benang memori yang kupunya, sehingga bingung menentukan bentuk apa yang akan aku ciptakan.

Banyak hal dan banyak persoalan yang dilakukan dan terjadi. Bisa saja itu terjadi kembali keesokan harinya, namun akan berlainan dengan apa yang telah berpondasi. Legenda yang terdengar, konversasi yang terjadi, pemandangan yang terlihat, dan berbagai tulisan yang terbaca, menambah sesuatu pada diri ini.

Inginnya kuciptakan mesin waktu untukku mengubah segalanya. Andaikan aku lebih dari pada Albert Einstein dan andaikan Tuhan mengizinkan. Aku ingin.

Tapi..
Aku tahu bahwa itu salah.
Bukan jalurnya aku harus ada.

Pertunjukkan pun selesai. Tapi, besok akan ada tayangan baru dan mungkin akan ada bagian yang terulang.

-

Kantuk pun datang berkunjung dan aku tak bisa mengindar. Akhirnya kuikuti tawarannya dan kutuju tempat tidur. Pada kasur empuk, kujatuhkan raga ini dan mulai kututup mata, yang sebelum-sebelumnya berdoa bagi esok.

Bertumpuk-tumpuk membentuk monumen, hingga aku bisa mempelajari sejarah yang ada didalamnya.

Menghabiskan waktu, ber-asa kini dan nanti.
Kemarin dan hari ini, begitu berjangka pendek.




Nanda Dega

0 komentar:

Posting Komentar